Sangiran di Jawa Tengah, 15 kilometer sebelah utara Surakarta dan berposisi di lembah Sungai Bengawan Solo, di kaki gunung Lawu; merupakan situs arkeologi terbuka terbesar di Indonesia bahkan di dunia. Sejak 1996, situs ini terdaftar dalam Situs Warisan Dunia UNESCO.
Jumlah spesies individu manusia Homo erectus yang ditemukan di Sangiran ada 60 fosil, di antaranya fosil Meganthropus palaeojavanicus dan Pithecanthropus erectus. Arkeolog yang juga staf pengajar di Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Ali Akbar menuturkan 50 persen fosil-fosil manusia yang ada di Bumi ditemukan di kompleks Sangiran.
"Sangiran dan sekitarnya bagaikan sumber fosil 'abadi'. Sejak penemuan pertama oleh von Koenigswald pada 1934, kegiatan pencarian fosil purba Sangiran makin marak. Sudah lebih dari 70 tahun diteliti, fosilnya sampai sekarang tidak habis," Ali berpendapat. Selain fosil manusia, banyak pula temuan benda purbakala, alat batu, senjata, serta hewan dan tumbuhan purba.
Sayang di lain pihak, berkah pesona Sangiran ini dibarengi dengan sejumlah hal memprihatinkan seperti kasus penjualan fosil ilegal, yang dilakukan oleh masyarakat Sangiran sendiri. "Sebabnya mungkin pemerintah tidak punya anggaran memadai untuk memberikan imbalan bagi masyarakat Sangiran yang menemu fosil. Sementara kolektor (pribadi) dananya tidak terbatas," terang Ali. Ia menambahkan, fosil adalah juga komoditas yang bernilai tinggi, banyak diminati di luar negeri.
Kata Ali Akbar, pemerintah melalui Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran sebenarnya telah bekerja sangat keras untuk meneliti, melestarikan, dan mengatasi masalah-masalah yang dialami situs Sangiran. "Tetapi kendala yang dihadapi begitu besar dan cukup kompleks," ujarnya. Kawasan Sangiran sangat luas dan tidak memungkinkan untuk dijaga. Lagipula, karena sifatnya lahan terbuka, tak mungkin juga memagari tempat ini.
Penulis | : | |
Editor | : | Palupi Annisa Auliani |
KOMENTAR