Tim Black Borneo Expedition 2016 berhasil menjejakkan kaki di titik tertinggi Gunung Beriun di kawasan karst Sangkulirang Mangkalihat, Kalimantan Timur, Minggu (11/9). Ekspedisi kali ini bukan perkara mudah, mengingat Gunung Beriun bisa dikatakan masih perawan, belum tersentuh sama sekali oleh para penjelajah.
Ekspedisi dimulai pada tanggal 1 September silam. Tim bertolak dari Jakarta ke Balikpapan, dan melanjutkan dengan perjalanan darat selama delapan jam menuju Sangatta, Kutai Timur. Dari Sangatta, tim bergerak ke Desa Karangan, melewati hutan yang telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit. Tim Ekspedisi Black Borneo 2016 terdiri dari Tim Eiger, Tim National Geographic Indonesia, Forum Peduli Karst Kutai Timur dan Pemuda Karangan Peduli Bumi.
Penjelajahan sesungguhnya baru dimulai pada tanggal 5 September. Dari Desa Karangan, tim Rombongan Pembuka Jalur (RPJ) yang dipimpin oleh Iwan Irawan selaku Ketua Operasi Ekspedisi Black Borneo 2016 mulai mendaki Gunung Beriun.“Kami nggak tahu sama sekali daerah yang akan dituju, hanya mengandalkan GPS,” ujar Yunaidi, fotografer National Geographic Indonesia yang turut dalam ekspedisi, melalui sambungan telepon.
Tim berhenti di tepi Sungai Marak, yang berarti Merah dalam bahasa setempat. Di sana, tim menemukan pondok bekas perambah, yang akhirnya dijadikan kamp induk. Saat itu, perjalanan tidak bisa dilanjutkan karena hari sudah mulai gelap. “Di seberang sungai, ada bekas dua sarang orangutan yang telah ditinggalkan penghuninya,” ujar Yudi—sapaan akrab Yunaidi.
Keesokan harinya, semua tim bergerak ke kamp induk dengan membawa serta seluruh perlengkapan dan memutuskan untuk bermalam di sana. Paginya, Tim RPJ kembali bergerak ke atas untuk membuka jalur menuju puncak dan menentukan tempat yang tepat untuk membuka kamp 1.
Usai membuka kamp 1, tim RPJ turun kembali ke kamp induk. Esoknya, seluruh tim bergerak ke kamp 1 untuk mendirikan kemah dan kembali bermalam. Dari kamp 1, tim RPJ kembali bergerak ke atas untuk membuka jalur. Mereka menetapkan kamp selanjutnya yang disebut flying camp, letaknya berada di antara bebatuan besar.
Dari flying camp, tim bergerak menuju puncak Beriun Raya. “Medannya sangat basah, dengan banyak batu-batu besar yang lumutnya tebal. Beberapa tanaman yang dijumpai sepanjang penjelajahan yaitu Anggrek Hitam, Anggrek Kuping Besar, aneka macam lumut, dan di atas itu, vegetasinya berupa kayu-kayu kecil,” tutur Yudi.
Perjuangan membelah rimba belantara selama lebih dari enam hari akhirnya berbuah manis. Tim Ekspedisi Black Borneo 2016 berhasil menjejakkan kaki di titik tertinggi Gunung Beriun. Ketua Tim Ekspedisi, Ketua Tim Operasi, dan salah satu penduduk lokal bernama Firman, memutuskan bahwa titik tertinggi Beriun ialah 1261 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Setelah selebrasi singkat di puncak, tim memutuskan turun langsung ke kamp 1. Tetapi ternyata, penjelajahan belum berhenti sampai di sini. Di kamp 1, mereka bertemu dengan ahli karst dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Pindi Setiawan dan Ketua Forum Peduli Karst Kutai Timur, Irwan. Mereka menyampaikan informasi bahwa berdasarkan pada peta kontur terbaru, ternyata ada puncak Beriun yang tingginya mencapai 1325 mdpl.
“Dari situ, anggota tim yang staminanya masih kuat, besoknya langsung naik lagi untuk memastikan kebenaran informasi dari peta kontur baru itu,” kata Yudi. Dia temasuk anggota tim yang kembali mendaki untuk memastikan keberadaan puncak baru tersebut.
“Sampai di koordinat yang diinformasikan, ternyata nggak ada puncak setinggi 1325 itu,” tutur Yudi. Ia dan anggota tim lainnya pun langsung turun lagi ke kamp 1. “Saat itu hujan semakin deras, bisa dikatakan kami benar-benar babak belur,” kisahnya.
Setelah menginap semalam di kamp 1, tim bergerak turun menuju basecamp di pondok perambah dan melanjutkan perjalanan menuju Karangan. “Sore ini kami sudah sampai di Karangan, dan syukurlah seluruh anggota tim selamat,” ujar Yudi, sesaat sebelum mengakhiri pembicaraan.
Dengan terbukanya jalur menuju puncak Gunung Beriun, diharapkan membuka peluang dan mempermudah langkah untuk penelitian-penelitian lanjutan di kawasan karst seluas 1.867.676 hektar ini.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR