Justine merupakan seorang ibu dan pedagang di pasar kota Sogakope, di bagian Tenggara Ghana. Ia mengungkapkan kesulitan memasak dengan bahan bakar arang untuk menghidupi lima anggota keluarganya. “Terlalu banyak menyisakan kotoran,” ungkap Justine.
Lalu, jika merasa tak nyaman mengapa ia tetap menggunakan arang ? Alasannya tak lain dan tak bukan, karena arang murah. Tetangga Justine, Janet juga mengeluhkan hal yang sama. Ia memasak dengan kayu bakar dan menghasilkan terlalu banyak asap.
Ya, inilah masalah khas negara yang sebagian besar masih menggunakan bahan bakar fosil dalam memasak. Perempuan memasak dan mengumpulkan bahan bakar, dan mereka menjadi lebih sadar akan bahaya dari polusi udara di rumah.
Sebanyak tiga miliar orang di Sub-Sahara Afrika, Amerika Latin, dan Asia Tenggara masih menggunakan bahan bakar ini untuk memasak. Sejumlah 4,3 juta orang mati sebelum waktunya karena penyakit yang disebabkan oleh polusi udara rumah tangga setiap tahunnya.
Menurut data WHO tahun 2012, jumlah tinggi kematian karena polusi udara rumah tangga disebabkan oleh tidak efisiennya penggunaan bahan bakar padat untuk memasak. Polusi udara rumah tangga adalah penyebab kematian tertinggi keempat setelah HIV/AIDS, kekurangan air bersih dan TBC. Penyebab ini bahkan lebih tinggi dari malaria.
Sejak tahun 2010 Evangelia Topriska melakukan penelitian untuk mengatasi bahaya polusi udara rumah tangga, dan meningkatnya biaya dan emisi karbon dari bahan bakar tersebut. Ia telah mengembangkan dan menguji energi alternatif, yakni dengan gas hidrogen yang dihasilkan oleh elektrolisis bertenaga surya. Topriska merupakan asisten professor di Universitas Heriot-Watt bidang Teknik Arsitektur.
Hidrogen adalah bahan bakar alternatif yang bersih dan berkelanjutan dari bahan bakar fosil. Ia tidak memiliki emisi karbon dan menawarkan perbaikan penting dalam kesehatan dan kualitas hidup. Hidrogen juga mengurangi deforestasi pada kayu bakar dan arang.
Memang penerapan sistem memasak dengan hidrogen membutuhkan waktu jangka panjang (10-20 tahun) untuk menjadi kenyataan, terlebih dengan target negara-negara berskala besar. Tetapi potensi itu cukup jelas. Jika kita dapat mengatasi masalah biaya, maka kita dapat menangani penyebab kematian tertinggi ke-empat di dunia. Tentunya ini akan membuat perbedaan besar terhadap lingkungan. Justine dan Janet hanya perlu bertahan.
Penulis | : | |
Editor | : | Irfan Hasuki |
KOMENTAR