Peneliti ITB Temukan Gading Stegodon Berusia 1,5 Juta Tahun di Majalengka

By Gita Laras Widyaningrum, Rabu, 12 Desember 2018 | 16:54 WIB
Fosil gading Stegodon yang ditemukan. (itb.ac.id)

Nationalgeographic.co.id - Tim Laboratorium Paleontologi Institut Teknologi Bandung (ITB) berhasil menemukan gading Stegodon dari Plestosen Awal, berusia sekitar 1,5 juta tahun lalu, di Majalengka, Jawa Barat.

Penemuan ini termasuk yang terbesar sepanjang 2018 dengan panjang lurus 3,30 meter dan panjang lengkung 3,60 meter. 

Ketua Lab Paleontologi ITB, Profesor Jahdi Zaim mengatakan, fosil gading Stegodon ini didapatkan dengan proses yang cukup panjang. Pengangkatan fosil juga tidak mudah. Cuaca buruk dan banjir bandang sempat menjadi halangan karena lokasi penemuan fosil berada di dekat aliran sungai.
 
 
Ia menambahkan, lokasi pasti fosil Stegodon belum bisa disebutkan secara detail kepada publik karena masih dalam tahap penelitian. Kemungkinan, di sekitar lokasi tersebut juga masih ada fosil-fosil lain termasuk tengkorak Stegodon.
 
"Temuan ini sangat spektakuler untuk ITB, geologi dan laboratorium kami. Ia merupakan temuan gading di tahun 2018 yang terbesar di Indonesia," katanya.
 
Baca Juga : Kerangka Pria Tanpa Tangan Ditemukan di Dekat Makam Lumba-lumba Abad Pertengahan
 
Menurut Dr. Mika R. Puspaningrum, ahli Stegodon, jika dilihat dari besar ukuran gading, Stegodon ini berjenis kelamin jantan dengan tinggi tubuh lebih dari 3 meter. Gading yang ditemukan kemungkinan milik Stegodon dewasa ya g bahkan sudah sangat tua. Hal itu terlihat dari ujung gading yang sudah aus atau berbentuk pipih. 
 
"Spesies ini kemungkinan trigonocephalus yang ada di Jawa--saat pulau ini baru menjadi daratan. Itu dilihat dari makanannya yang lebih banyak daun dan rumput-rumputan," paparnya.
 
Selain itu, karena ditemukan di sedimen yang berupa lempung, kemungkinan Stegodon tersebut mati karena terperosok.
 
Tim peneliti ITB dengan fosil gading yang mereka temukan. (itb.ac.id)
 
Sulitnya penggalian fosil
 
Saat melakukan proses ekskavasi, kesulitan yang dihadapi peneliti ITB adalah fosil berada pada batuan pejal dan keras sehingga memerlukan ketekunan dan ketelitian.
 
Di samping itu, cuaca juga tidak bersahabat. Lokasi penggalian mengalami banjir bandang sehingga fosil terendam air. 
Membuat kondisinya menjadi rapuh dan batu lempung menjadi tambah liat sehingga semakin menyulitkan untuk mengambil fosil.
 
Dengan kondisi lapangan yang terkena banjir, maka ekskavasi dihentikan sementara sambil menunggu air surut. 
 
Oroses penggalian fosil cukup sulit karena diiringi hujan lebat. (itb.ac.id)
 
Barulah setelah seharian ekskavasi, akhirnya fosil Gading Stegodon dapat diangkat, meski dalam keadaan lapuk dan rapuh. Semua sisa fosil tersebut dibawa ke Laboratorium Paleontologi ITB, lalu dibawa ke Museum Geologi Bandung untuk restorasi dan rekonstruksi.
 
Nur Rochim selaku teknisi tim mengatakan, teknik pengambilan gading di lapangan sangat sulit karena jarak dari jalan raya ke lokasi jauh, sehingga sulit diangkat menggunakan alat besar dan alat berat. Oleh karena itu gading diangkat menggunakan tenaga lokal secara manual.
 
Baca Juga : Unik, Kerangka dari Abad Pertengahan Ditemukan Memakai Sepatu Bot
 
(itb.ac.id)
 
Ada teknik khusus yang dilakukan. Sebelum diangkat, gading ini dicetak terlebih dahulu memakai gypsum, ditempel pakai serat-serat kain halus agar memiliki cetakan.
 
"Cetakan tersebut akan sangat berfungsi apabila gading ini tidak didapat secara utuh. Jadi tidak sembarang diangkat," katanya.
 
Menurut peneliti, karena gading yang ditemukan sepasang, kemungkinan masih ada fosil lain di bawahnya. Mereka masih berusaha menemukannya karena itu sangat penting untuk melihat fosil Stegodon secara keseluruhan, serta bermanfaat untuk penelitian lanjutan.