Siapakah Pilot Kamikaze Pertama Jepang dan Bagaimana Sejarah Kamikaze?

By National Geographic Indonesia, Rabu, 16 Januari 2019 | 11:00 WIB
Pelajar Jepang melepas kepergian pilot Kamikaze. (okadatoshi.exblog.jp)

Nationalgeographic.co.id - Motoharu Okamura, yang memimpin satu skuadron kamikaze, berkata, "Saya sangat percaya bahwa satu-satunya cara berperang yang bisa mendukung kami adalah serangan tabrakan menggunakan pesawat kami. Tidak ada cara lain. Beri saya 300 pesawat dan saya akan mengubah gelombang perang."

Tidak ada pengorbanan yang lebih tinggi dari seseorang yang menyerahkan nyawanya untuk sebuah perjuangan. Namun, sepanjang sejarah perjuangan tampaknya tidak ada seradikal seperti yang dilakukan pilot-pilot muda Jepang: Kamikaze.

Dalam sejarah peperangan Jepang di Pasifik (1944), mereka siap mengorbankan nyawa dalam unit-unit khusus yang telah dipesiapkan dengan taktik menabrakan pesawat yang mereka kemudikan ke kapal-kapal perang Amerika Serikat. Jepang menjuluki serangan yang tak biasa ini sebagai kamikaze atau yang dalam bahasa mereka berarti Angin Dewa.

Baca Juga : Inginkan Gerbang Pengenal Wajah, Jepang Berlakukan Pajak Keberangkatan di Bandara

Pasukan kamikaze bernama Tokkotai ini sejatinya dibentuk oleh Laksamana Madya Tokijiro Ohnisi, Panglima Armada Udara Pertama yang membawahi seluruh kekuatan udara Jepang di Filipina. Kesatuan udara kamikaze bentukan Ohnisi lebih dulu menghantan armada kapal induk AS agar kekuatan udara AL AS tak menggganggu serangan armada laut Jepang.

USS Belleau Wood dan USS Franklin (kanan), mengalami kebakaran hebat setelah diseruduk pesawat Jepan (Official U.S. Navy Photograph/Noval Historical Center/Wikimedia Commons)

Tentara AS terkesima menyaksikan serangan nekat yang sulit dinalar ini. Bagaimana tidak? Para pilot muda kamikaze ini dengan beraninya menukik untuk kemudian menabrakkan pesawat mereka ke kapal-kapal perang AS.

Kamikaze pertama diyakini dilakukan pertama kali oleh Laksamana Madya Masafumi Arima, komandan Armada Udara ke-26 pada 15 Oktober 1944.

Setiap pesawat rata-rata membawa bom seberat 250 kilogram. Pasukan kamikaze juga "mengirim" bom-bom terbang yang dikendalikan pilot. Menurut Ohsini, hanya dengan cara inilah efektivitas kekuatan udara negerinya akan ada pada tingkat maksimal.

Kamikaze pertama diyakini dilakukan oleh Laksamana Madya Masafumi Arima, komandan Armada Udara ke-26 pada 15 Oktober 1944. Tatkala memimpin seratus pembom tukik Yokosuka D4Y, ia tiba-tiba menukikkan pesawatnya ke arah kapal induk USS Franklin. Kapal itu pun terbakar—namun masih tetap beroperasi hingga 1964. Pangkat Arima kemudian dinaikkan setingkat menjadi Laksamana. Sejatinya, sampai sejauh ini, tidak ada laporan tentang kerusakan USS Franklin yang ditimbulkan oleh serangan Arima. Bahkan, tidak ada catatan apakah Arima benar-benar sampai ke target kamikaze-nya.

Baca Juga : Astronom Temukan Pola Aneh di Awan Planet Venus, Apa Penyebabnya?

Namun, Caryl-Sue dari National Geographic Society, menulis bahwa Kekaisaran Jepang menggunakan strategi kamikaze untuk pertama kalinya pada 25 Oktober 1944. Taktik itu bagian dari pertempuran ganas Teluk Leyte, pertempuran laut terbesar dalam sejarah, yang berlangsung di Samudera Pasifik dekat Filipina. Jepang memang kalah dalah pertempuran laut ini. Dan, kurang dari setahun kemudian, Jepang meyerah.  

Sumber lain meyebutkan bahwa Letnan Pertama Takeshi Kosai dan beberapa pilot lainnya dari 31st Fighter Squadron telah melakukan serangan kamikaze pada fajar 13 September 1944. Mereka tidak pernah kembali, namun tidak ada catatan kapal musuh yang mengalami penyerangan hari itu.

Statistik masa perang memang semerawut. Hingga kini, seberapa besar jumlah kapal perang yang berhasil dihancurkan pasukan kamikaze masih menjadi perdebatan sejumlah pihak. Menurut catatan AU AS, Jepang setidaknya sudah melancarkan 2.800 serangan kamikaze dan menenggelamkan 34 kapal perang. Kamikaze juga telah merusak 368 kapal, membunuh 4.900 pelaut, serta melukai 4.800 orang lainnya.

Meski sudah melawan mati-matian, Jepang toh tak bisa menepis kekalahan pada Perang Dunia II.