Manusia Diciptakan Sebagaimana Adanya, Berbeda Bukan Masalah

By Warsono, Selasa, 12 Februari 2019 | 10:44 WIB
Michael Biggs melihat kemiripan keluarga yang jelas pada putri kembarnya, Marcia (kiri) dan Millie: “Keduanya mewarisi hidungku.” (Robin Hammond)

Nationalgeographic.co.id - Saat Amanda Wanklin dan Michael Biggs jatuh cinta, mereka tidak ambil pusing tentang tantangan yang mungkin mereka hadapi sebagai pasangan antarras, ungkap Amanda. “Yang penting, kami ingin bersama.”

Mereka menetap di Birmingham, Inggris, bersemangat memulai sebuah keluarga. Pada 3 Juli 2006, Amanda melahirkan gadis kembar fraternal, dan memberi nama berkelindan: Yang satu Millie Marcia Madge Biggs, sementara saudarinya Marcia Millie Madge Biggs.

Dari usia yang sangat muda, gadis-gadis itu memiliki fitur serupa namun dengan skema warna sangat berbeda. Marcia memiliki rambut cokelat muda dan kulitnya terang seperti ibunya yang kelahiran Inggris. Millie memiliki rambut hitam dan kulit cokelat seperti ayahnya, yang keturunan Jamaika. “Kami tidak pernah mencemaskannya; kami hanya menerimanya,” ungkap Michael.

Baca Juga : Terdapat Rongga Besar di Gletser Antartika, Bukti Perubahan Iklim

“Saat baru lahir,” kenang Amanda, “saya membawa mereka di kereta dorong. Orang menatap saya, melihat anak perempuan saya yang satu, lalu yang lain. Kemudian mereka bertanya: ‘Apa anak-anak ini kembar?’”

“Ya.”

“‘Tetapi yang satu putih dan yang satu lagi hitam.’”

“Ya. Ini genetik.”

Orang-orang yang berkomentar tentang gadis-gadis ini hanya sangat penasaran, ungkap Amanda.

Si kembar paham apa itu rasisme. “Rasisme itu ketika seseorang meng-hakimimu karena warna kulit dan bukan karena diri sejatimu,” kata Millie. Marcia menggambarkan rasisme sebagai “hal negatif, karena menyakiti perasaan orang.” Keduanya mengatakan, mereka tak merasakan rasisme saat orang menyadari kontras penampilan mereka.

Amanda, yang bekerja sebagai perawat di rumah-rumah, menyebut Millie dan Marcia mukjizat “satu dalam sejuta”-nya.  Tetapi tak jarang pasangan antarras memiliki anak kembar fraternal yang masing-masing seperti satu orang tua, ungkap ahli genetika statistik Alicia Martin. Probabilitasnya berbeda untuk setiap pasangan, tergantung pada genetika, ungkap peneliti pascadoktoral di Broad Institute di Cambridge, Massachusetts ini.

Baca Juga : Kasus Demam Berdarah Meningkat, Inilah 10 Provinsi dengan Kasus Tertinggi

Kembar fraternal terjadi sekitar satu dari 100 kelahiran. Ketika pasangan antarras memiliki kembar fraternal, ciri-ciri yang muncul pada setiap anak bergantung banyak variabel, termasuk “asal nenek moyang orang tua dan genetika pigmen kompleks,” kata Martin.

Warna kulit, ungkapnya, “bukan sifat biner” dengan hanya dua kemungkinan. “Sifatnya kuantitatif, semua orang me-miliki gradien di spektrum ini.”

Michael, yang memiliki bengkel mobil, berkata bahwa dia terkadang menghadapi permusuhan gara-gara warna kulitnya. Ia ingat masa mudanya, ketika sebuah mobil penuh orang melesat lewat dan meneriakkan cemoohan kepadanya dan saudara-saudaranya.

“Tetapi kini masanya berbeda,” ungkap Michael. Dia ataupun Amanda tak pernah menyaksikan tindakan rasis terhadap anak-anaknya.

“Saat orang melihat kami, mereka pikir kami bersahabat,” ungkap Marcia. “Ketika mereka tahu bahwa kami kembar, mereka terkejut.” Tetapi ketika si kembar ditanyakan soal perbedaan mereka, mereka menyebut hal yang sama sekali berbeda. “Millie suka benda yang kecewek-cewekan. Dia suka jambon dan semacamya,” kata Marcia. “Aku tidak suka jambon; aku tomboy.  Manusia diciptakan sebagaimana adanya.”

 

Penulis: Patricia Edmonds