Sudah Mati Selama 110 Juta Tahun, Mata Laba-Laba Ini Tetap Menyala dalam Gelap

By Gita Laras Widyaningrum, Selasa, 5 Maret 2019 | 14:59 WIB
Meski sudah mati sejak 110 juta tahun lalu, mata laba-laba ini masih tetap menyala dalam gelap. (Paul Selden via Science Alert)

Nationalgeographic.co.id – Laba-laba purba yang lunak dan licin, sulit untuk ditemukan. Mereka tidak memiliki fosil seperti tulang belulang yang ada pada makhluk lainnya. Jadi, bayangkan betapa senangnya para peneliti ketika mereka berhasil menemukan 10 fosil laba-laba purba di area tak terduga di Formasi Jinju.

Formasi Jinju sendiri merupakan wilayah geologis di Korea Selatan, peninggalan era Mesozoikum sekitar 252 hingga 66 juta tahun lalu. Serangkaian fosil yang ditemukan para peneliti dari University of Kansas ini pun meningkatkan jumlah spesies laba-laba di Formasi Jinju. Dari yang tadinya hanya satu, kini menjadi 11.

Baca Juga : Kerangka Orang-orang Yahudi Korban Kekejaman Nazi Ditemukan di Belarus

Namun, di antara semuanya, ada dua laba-laba yang paling menarik: mereka memiliki mata yang masih bersinar meski telah mati selama 110 juta tahun.

“Karena laba-laba ini terlindungi oleh batu-batu di ruangan gelap, yang pertama kali terlihat adalah mata mereka yang agak besar dengan warna bulan sabit,” papar Paul Selden, ahli geologi dari University of Kansas.

“Saya sadar bahwa itu pasti tapetum–struktur reflektif dalam mata di mana cahaya masuk dan kemudian diantarkan kembali ke sel retina,” imbuhnya.

Struktur tapetum membantu penglihatan laba-laba saat malam hari. Mata manusia tidak mempunyai tapetum, tapi banyak hewan yang memilikinya–termasuk kucing sehingga matanya tampak begitu bersinar di kegelapan.

Menurut para peneliti, ini adalah tapetum laba-laba terawetkan yang pertama kali ditemukan. Bahkan, catatan fosil sebelumnya tidak pernah membahas ini.

“Predator malam kerap memiliki mata menyala. Ini pertama kalinya tapetum ditemukan pada fosil,” ungkap Selden.

Baca Juga : Penelitian: Orang Eropa Pernah Gemar Mengonsumsi Hewan Pengerat

Selama ini, laba-laba purba biasanya ditemukan di dalam sebuah ambar karena itu dapat melindungi tubuhnya yang lunak. Namun, untuk kali ini, para peneliti merasa beruntung karena tidak menemukannya di sana. Sebab, jika laba-laba bernama Koreamegops samsiki dan Jinjumegops dalingwateri ditemukan dalam ambar, mungkin tapetumnya tidak akan terlihat.

“Mereka tidak memiliki cangkang keras sehingga mudah membusuk. Biasanya, laba-laba akan mengambang jika tersapu air, tapi di Formasi Jinju, mereka tenggelam–menjauhkannya dari bakteri yang membuatnya busuk,” kata Selden.

Menemukan 10 laba-laba baru dari periode Cretaceous adalah kemenangan besar bagi para peneliti. Namun, karena tidak ada studi tentang itu sebelumnya, mereka harus bekerja keras untuk mengobservasinya.