Poelau Bras (Stoomvaart Maatschappij Nederland)
Pesawat pembom laut utama Aichi D3A milik Kekaisaran Jepang, pertama diproduksi pada 1940. (Wikimedia Commons)
Tampak pesawat Jepang mengitari kapal, sementara pemuda-pemuda Belanda menembakinya dengan berbagai senjata. “Meriam, senapan mesin, brenn-gun dan tommygun ributnya bukan main,” ungkapnya. Ketika pesawat tadi menghilang, mereka boleh menghirup udara kembali di dek.
Kapal Induk Hiryu milik Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, foto pada 1939. (Mahandis Yoanata Thamrin)
Foto di atas menunjukkan Kapal Induk Hiryu milik Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, foto pada 1939. Kapal ini mengangkut pesawat pembom Aichi D3A yang menenggelamkan Poelau Bras pada 7 Maret 1942.
Munumen Karel Doorman di Ereveld Kembang Kuning, Surabaya. (Mahandis Y. Thamrin/National Geographic Indonesia)
Pada Januari 2007, sebuah monumen didirikan di Ereveld Kembang Kuning, Surabaya, untuk mengenang para pelaut dari 19 kapal yang tewas dalam mempertahankan Jawa selama Januari hingga 9 Maret 1942. Sebanyak 27 nama pelaut yang tewas dalam Poelau Bras turut tertera dalam monumen tersebut.“Kapal Poelau Bras tenggelam 7 Maret 1942 di sebelah selatan Sumatra," tulis Bijkerk dalam prakata bukunya, “dan 8 Maret 1942, Hindia Belanda menyerah di lapangan terbang Kalijati, Jawa Barat.” Kemudian dia melanjutkan, “Dua hari yang masing-masing mempunyai klimaks yang tragis.” Bagi Indonesia, demikian ungkap Bijkerk, fajar baru yang pedih telah tiba. “Walaupun lahirnya suatu bangsa telah diberitahukan secara bergemuruh, kelahirannya itu sendiri baru akan terlaksana tiga setengah tahun lagi.”