Walaupun tidak ada yang mengetahui alasan tepatnya, satwa kerap berperilaku janggal sebelum gempa ataupun bencana lain. Kawanan burung bisa bermigrasi ke luar jalur atau aktif pada waktu yang tidak biasa, ujar Martin Wikelski, ahli ekologi Max Planck Institute for Ornithology di Jerman dan anggota National Geographic Society.
Dialah yang mengarahkan proyek satelit pelacakan bernama International Cooperation for Animal Research Using Space. ICARUS menggunakan label elektrik ringan—dipasang dalam bentuk ransel, gelang kaki, bahkan topi—untuk memonitor pola aktivitas puluhan ribu satwa untuk mencari kejanggalan yang bisa menyampaikan gempa yang akan terjadi.
Baca Juga : Melacak Sejarah Gempa dan Tsunami Purba dalam Mitos Nyi Roro Kidul
Sebuah jejaring global sukarelawan mulai memasang alat pada sejumlah satwa yang akan melacak dan mengirim data lainnya ke Stasiun Ruang Angkasa Internasional. Di sana, para astronaut Rusia akan memasang perangkat keras pengumpul data ICARUS. Hasilnya, Wikelski berharap, adalah jejaring peramal bencana yang terhubung dengan “internet persayapan.” Ditulis oleh Lindsay Gellman.
Tantangan Origami. Proyek pada 2015—melipat origami bangau selama seratus hari—awalnya dianggap ambisius oleh seniman kertas Cristian Marianciuc. Akhirnya, dia berhasil melipat bangau cantik selama 1.000 hari.
Penumpang gelap hadir dalam berbagai ukuran. Menurut laporan jurnal Peer J terhadap 50 rumah di Raleigh, North Carolina, ratusan spesies antropoda, tanpa disadari hidup bersama pemilik rumah. Sebagian besar (73 persen) adalah lalat, laba-laba, tawon, semut, dan kumbang seperti varied carpet di bawah ini. Selain itu ada pula: ngengat, cocopet, kecoa, dan kaki seribu. Ditulis oleh Lori Cuthbert.