Nationalgeographic.co.id – Terletak lebih dari 2.000 kilometer dari lepas pantai barat laut Australia, Kepulauan Cocos (Keeling) mungkin tidak memiliki banyak populasi manusia. Namun, ia mengalahkan wilayah-wilayah lain di dunia jika berbicara tentang akumulasi plastik.
Berdasarkan studi terbaru yang dipublikasikan pada jurnal Scientific Reports, pantai-pantai di lokasi terpencil di Samudra Hindia ini dipenuhi dengan 414 juta keping sampah plastik. Beratnya sekitar 238 ton, meliputi hampir satu juta sepatu dan 373 ribu sikat gigi.
“Pulau-pulau terpencil seperti Cocos menyadarkan kami untuk segera menindaklanjuti peringatan yang mereka berikan,” kata Jennifer Lavers, pemimpin penelitian.
“Pencemaran plastik di lautan sangat parah. Dan pulau-pulau terpencil merupakan tempat yang ideal untuk mendapat pandangan objektif mengenai volume sampah plastik yang mengotori dunia,” tambahnya.
Baca Juga: Saat Perjalanan Mudik Dilarang Membuka Jendela Mobil, Apa Alasannya?
Kepulauan Cocos (Keeling) memiliki jumlah sampah yang banyak. Ini sangat mengkhawatirkan mengingat Cocos merupakan pulau terpencil dengan populasi manusia yang sedikit.
“Jumlah 414 juta keping sampah dengan berat 238 ton tadi masih sangat konservatif. Sebab, kami hanya mengambil sampel hingga kedalaman sepuluh sentimeter dan tidak dapat mengakses beberapa pantai yang dikenal sebagai ‘pusat puing’,” papar Lavers.
Sekitar seperempat dari semua plastik yang ditemukan merupakan barang sekali pakai. Sebanyak 93% sampah terkubur hingga sepuluh sentimeter di bawah permukaan tanah.
“Tidak seperti Pulau Henderson yang sampah plastiknya berkaitan dengan alat-alat memancing, di Cocos, lebih banyak ditemukan plastik sekali pakai seperti tutup botol dan sedotan,” jelas Lavers.
Menurut para peneliti, produksi global dan konsumsi plastik di dunia terus meningkat. Diperkirakan ada 12,7 juta ton plastik yang dibuang ke laut pada 2010.
Secara keseluruhan, diduga ada lebih dari lima triliun potongan plastik di lautan kita.
Begitu berada di lautan, sampah plastik terurai menjadi partikel yang lebih kecil bernama mikroplastik. Ia dapat bertahan selama beberapa dekade, bahkan berabad-abad.
Tanpa perubahan yang berarti, para peneliti memperkirakan, limbah plastik hanya akan terus menumpuk di pantai-pantai dunia. Mengancam satwa liar yang keliru menganggap plastik sebagai makanannya.