Awan Es Biru yang Terbuat dari Meteor dan Hanya Bersinar di Malam Hari

By Gita Laras Widyaningrum, Rabu, 3 Juli 2019 | 15:39 WIB
Awan noctilucent. (NASA Earth Observatory/Joshua Stevens)

Nationalgeographic.co.id - Mungkin ia terlihat seperti cincin api biru di langit. Namun, kenyataannya, pusaran safir di atas Kutub Utara dan Greenland tersebut sebenarnya adalah es--dengan tambahan debu meteor yang telah hancur. 

Ia disebut "awan noctilucent" karena hanya muncul setelah matahari terbenam. Berwarna biru dan tipis, helai-helai cirrus ini terbentuk di atmosfer tinggi pada musim semi dan panas. Yakni ketika lapisan atmosfer atas mulai mendingin, sementara atmosfer bawah menghangat. 

Di sana, kristal es melayang sekitar 50 mil (80 kilometer) di atas permukaan Bumi menuju partikel debu kecil dari meteorit yang hancur dan sumber angin lainnya, kemudian mengembun menjadi pita awan berasap. 

Baca Juga: Astronom Pastikan Objek Antarbintang Oumuamua Bukan Pesawat Alien

Menurut American Geophysical Union, awan ini merupakan yang tertinggi di langit. Saking tingginya, mereka mampu menunjukkan cahaya sebiru es, bahkan setelah matahari melewati cakrawala.

Biasanya, awan noctilucent hanya terlihat di garis lintang tinggi pada bulan-bulan dengan cuaca hangat. Gambar di atas diambil oleh pesawat luar angkasa Aeronomy of Ice in the Mesosphere (AIM) milik NASA di Greenland pada 12 Juni 2019.

AIM sendiri merupakan sebuah satelit yang mengukur seberapa banyak cahaya matahari yang dipantulkan kembali ke luar angkasa oleh awan di atmosfer tinggi.

Menurut NASA's Earth Observatory, awan noctilucent mulai menjauh ke selatan akhir-akhir ini. Pada senja 8 Juni, ia terlihat di sepuluh negara bagian AS, termasuk Oregon, Minnesota, Michigan, dan Nevada.

Baca Juga: Sejarah Selfie Astronaut di Luar Angkasa, Dilakukan Sejak 1960-an

"Sejak peluncuran AIM pada 2007, para peneliti menemukan fakta bahwa awan noctilucent mulai membentang ke lintang yang lebih rendah dengan frekuensi yang besar," kata Michael Carlowicz, editor NASA Earth Observatory. 

"Beberapa bukti menunjukkan bahwa itu merupakan hasil perubahan atmosfer. Termasuk karena lebih banyak uap air akibat perubahan iklim," imbuhnya. 

Berkebalikan dengan dampak perubahan iklim lainnya, meningkatnya jumlah awan meteor biru yang cantik ini mungkin adalah yang paling ditunggu-tunggu.