Nationalgeographic.co.id - Dalam perjalanan misi luar angkasa, para astronot secara rutin menghadapi bahaya dengan tingkat yang bervariasi. Tergantung film thriller fiksi sains Hollywood mana yang Anda tonton, bahaya yang dihadapi astronot bisa datang dari alien, atau jaringan komputer yang rusak atau, risiko tabrakan dengan asteroid dan benda-benda angkasa lainnya.
Meski hal-hal tersebut mungkin saja terjadi, namun sebaliknya, bahaya yang mungkin paling besar bagi astronot adalah sesuatu yang tidak dapat terlihat: radiasi luar angkasa.
Atmosfer bumi dan medan magnet, hampir sepenuhnya melindungi kehidupan di dalam planet dari radiasi kosmik. Ketika astronot keluar dari atmosfer bumi, maka partikel-partikel energik yang dikenal sebagai sinar kosmik galaksi akan menyerang badan mereka.
Baca Juga: Mengungkap Misteri Bulan, Mengapa Ia Dipenuhi Oleh Banyak Kawah?
Sinar kosmik galaksi adalah sisa-sisa supernova yang mengakibatkan radiasi angkasa dengan proton dan inti helium yang dikeluarkan oleh Matahari.
Kelompok kami mempelajari bagaimana pancaran dari radiasi tersebut berdampak bagi kesehatan manusia. Yang paling mengkhawatirkan dari pancaran radiasi adalah gangguan terhadap otak para astronot. Berdasarkan hasil studi terbaru pada tikus, paparan sinar kosmik dapat merusak fungsi otak sehingga menyebabkan masalah dalam belajar, menghafal dan mungkin kejiwaan.
Apabila hasil studi ini juga berlaku untuk manusia, maka akan berdampak pada kemampuan manusia beradaptasi dan memberikan respons terhadap situasi yang kacau dan tak terduga. Hasil ini dapat membahayakan keselamatan astronot dan kesuksesan misi.
Mensimulasikan radiasi angkasa di Bumi
Kami dengan ahli biologi radiasi lainnya, secara khusus memberikan perhatian pada para astronot karena, dengan teknologi saat ini, tidak ada cara untuk melindungi mereka dari radiasi angkasa.
Partikel-partikel radiasi kosmik bergerak nyaris secepat kecepatan cahaya, berbenturan dengan pesawat ruang angkasa dan menghasilkan produk fragmentasi, termasuk neutron. Produk-produk fragmentasi ini masih memiliki energi untuk masuk ke dalam tubuh manusia.
Saat neutron berinteraksi dengan inti lain dalam tubuh, maka akan menghasilkan radikal bebas, molekul reaktif yang dapat merusak membran sel, DNA, dan struktur halus lainnya dalam organ. Di dalam otak, saya dan rekan percaya, radiasi dapat merusak struktur-struktur mikroskopik pada sel otak atau neuron. Ini termasuk daerah dendrit, cabang pada pada sel tubuh untuk mengumpulkan impuls saraf dari neuron lain, mielin, dan sinapsis, yang semuanya penting untuk membentuk jaringan dan berkomunikasi.
Banyak peneliti yang dibiayai oleh NASA telah mempelajari dampak paparan radiasi terhadap astronot dan hasil studi mereka menunjukkan terjadinya kerusakan otak disebabkan oleh radiasi luar angkasa. Penemuan terkini akan mendukung pemahaman para peneliti terhadap bahaya radiasi angkasa pada fungsi otak dan akan memungkinkan kita untuk mengembangkan strategi-strategi guna mencegah permasalahan ini dan memfasilitasi keamanan dalam eksplorasi luar angkasa.
Dalam ruang angkasa, pancaran radiasi terjadi sedikit demi sedikit selama perjalanan. Itu adalah elemen ruang angkasa, yang sampai sekarang belum kami miliki datanya. Dalam beberapa studi sebelumnya, pancaran radiasi diarahkan ke tikus selama beberapa menit. Meskipun cara tersebut tidak akan akurat mensimulasikan apa yang akan dialami para astronot dalam misinya ke Mars.