Tak Hanya Sains, Ilmu Humaniora Juga Diperlukan dalam Atasi Perubahan Iklim

By National Geographic Indonesia, Kamis, 22 Agustus 2019 | 14:07 WIB
Ilustrasi dampak perubahan iklim. (leolintang/Getty Images/iStockphoto)

Walau ada kemungkinan beberapa orang akan menolak biaya tinggi dari teknologi penangkapan karbon yang masih belum tentu terbukti keefektifannya.

Solusi iklim selaras dengan kemanusian

Sejauh ini, fakta ilmiah tidak dapat memotivasi orang Amerika untuk melakukan transformasi sosial besar-besaran untuk menghentikan perubahan iklim.

Beberapa bahkan menolak konsensus ilmiah tentang pemanasan global karena membuat mereka merasa bersalah atau bertentangan dengan pengalaman pribadi mereka terhadap cuaca.

Perubahan iklim menjadi penting bagi manusia ketika berpengaruh pada tempat tinggal dan kepercayaan spiritual mereka.

Contohnya, protes terbaru terkait dengan akses saluran pipa di Dakota, AS.

Para pengunjuk rasa mengutuk adanya pengambilan paksa areal pekuburan leluhur suku Indian dan melanggar perjanjian historis yang sudah ada sejak 150 tahun yang lalu. Bagi mereka, saluran pipa tersebut tidak hanya sumber emisi gas rumah kaca tapi juga ancaman bagi ideologi dan spiritual mereka.

Dengan memanfaatkan apa yang dapat menggerakkan orang, bidang humaniora lingkungan memicu aksi perubahan iklim.

Para akademisi di bidang sejarah, filsafat, kajian religi, kajian sastra, dan kajian media mengeksplor banyak aspek dari relasi manusia dengan bumi.

Aliran fiksi tentang iklim, atau “Cli-Fi,” sering menggambarkan visi yang lebih sering apokaliptik dari dampak iklim terhadap kemanusiaan.

Para ilmuwan sosial telah mengungkapkan bagaimana peradaban seperti suku Maya kuno dan Islandia abad pertengahan menghadapi guncangan iklim.

Bersama dengan ilmuwan, para humanis lingkungan sedang mereformasi skenario yang digunakan dalam pemodelan iklim.

Ahli humaniora menggunakan improvisasi mereka untuk mendorong perubahan sosial yang diperlukan untuk memerangi perubahan iklim.

Menyatukan humanis dan ilmuwan

Kami berpendapat bahwa kolaborasi yang kuat antara ilmu humaniora dan ilmu pengetahuan alam merupakan kunci dari solusi permasalahan iklim. Namun, masih ada beberapa tantangan bagi kolaborasi ini.

Salah satunya, para humanis kerap dikritik karena gagal menerapkan keahlian mereka untuk masalah lingkungan di luar kalangan akademis.

Sebagai pembelaan, para ilmuwan yang perlu menghormati ahli ilmu humaniora sebagai akademisi yang memiliki keahlian mereka sendiri, bukan hanya penerjemah bahasa sains yang rumit.

Dalam pandangan kami, sudah waktunya bagi para ilmuwan, baik yang teknis maupun humanis, untuk mendobrak hambatan ini dan menghargai elemen manusia dari perubahan iklim global.

Fahri Nur Muharom menerjemahkan artikel ini dari Bahasa Inggris.

Penulis: Steven D. Allison, Professor of Ecology & Evolutionary Biology and Earth System Science, University of California, Irvine dan Tyrus Miller, Dean, School of Humanities, University of California, Irvine

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.