Menghabiskan Waktu 14 Bulan di Antartika Bisa Membuat Otak Menyusut

By Gita Laras Widyaningrum, Jumat, 6 Desember 2019 | 15:45 WIB
Ilustrasi lempeng es di Antartika. (goinyk/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id - Hanya beberapa bulan hidup di Antartika dapat membuat otak menyusut. Baru-baru ini, para ilmuwan mempelajari otak sembilan orang (lima laki-laki dan empat perempuan) sebelum dan sesudah mereka bekerja selama 14 bulan di pusat penelitian Jerman Neumayer III di Antartika. 

Dilaporkan pada jurnal The New England Journal of Medicine, hasil pindai MRI menunjukkan bahwa ada penyusutan dalam jumlah yang signifikan pada volume dentate gyrus mereka. Dentate gyrus merupakan salah satu bagian di hippocampus yang berkaitan dengan pemikiran spasial dan memori. 

Baca Juga: Amerika Serikat Gunakan Magic Mushroom untuk Atasi Depresi

Para peneliti juga mendeteksi volume yang lebih sedikit pada materi abu-abu di beberapa bagian korteks prefrontal, wilayah otak yang terlibat dalam kepribadian, pengambilan keputusan, dan perilaku sosial.

Perubahan pada otak ini tampaknya memiliki pengaruh pada kemampuan kognitif mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa memori spasial dan fokus para partisipan mengalami penurunan.

Otak manusia. (Titania Febrianti)

Tinggal di Kutub Selatan--sebuah wilayah yang kadang mengalami periode kegelapan selama 24 jam dengan lingkungan bersalju--sangat berat bagi makhluk sosial. Tidak hanya menghadapi suhu serendah -50 derajat celcius, mereka juga harus mengalami 'demam kabin yang kronis'. 

Kehidupan sehari-hari di pusat penelitian dideskripsikan monoton dan penuh isolasi sosial yang berkepanjangan. Selain itu, soal privasi juga sangat terbatas. 

Walaupun belum jelas, tapi para peneliti yakin penyebab penyusutan otak tersebut adalah karena lingkungan yang monoton dan terisolasi. 

"Skenario ini menawarkan kami kesempatan untuk mempelajari tentang bagaimana paparan kondisi ekstrem mampu memengaruhi otak manusia," ungkap Alexander Stahn, pemimpin penelitian dari Charité’s Institute of Physiology dan asisten profesor di Perelman School of Medicine, University of Pennsylvania. 

Baca Juga: LabTek Apung, Belajar Sains di Atas Getek Bagi Warga Bantaran Kali

"Meskipun jumlah partisipan kami sangat kecil, tapi hasil studi ini perlu diperhatikan," ujar Stahn.

"Bagaimana pun juga ini mendukung teori yang menyatakan bahwa lingkungan ekstrem dapat memberi efek buruk pada otak dan saraf baru di hippocampus dentate gyrus," pungkasnya.