Bertubuh Kekar Ternyata Berbahaya Bagi Kesehatan Sosial Laki-Laki

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 8 Desember 2020 | 09:00 WIB
Ilustrasi pria bertubuh kekar (Pixabay)

Nationalgeographic.co.id—Bagi sebagian pria, bertubuh kekar dengan otot-otot yang menonjol adalah tubuh ideal. Beberapa kegiatan olahraga hingga kegiatan gimnastik pun dilakukan secara ketat dan keras demi mewujudkan tubuh yang kekar.

Nyatanya para peneliti dari Michigan State University menemukan fakta bahwa bertubuh kekar sangat berbahaya bagi laki-laki terutama pada kesehatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan.

Masalah bertubuh kekar adalah isolasi sosial. Berdasarkan penelitian tersebut, pria yang bertubuh kekar cenderung membuat kurang membuat hubungan yang kurang bermakna dan mendapatkan mereka lebih kesepian dan terisolasi ketika menua. Pada akibatnya, kesepian ini memiliki konsekuensi negatif untuk kesehatan mental dan fisik.

“Ketika kita menua, ada cara-cara tertentu yang bisa kita pastikan untuk menjaga kesehatan dan kesejahteraan kita,” kata Stef Shuster dari Departemen Sosiologi Michigan State University. 

Baca Juga: Apakah Perjalanan Luar Angkasa Memberikan Perubahan Pada Tubuh Kita?

“Memiliki orang yang dapat kita ajak membicarakan masalah pribadi adalah bentuk dukungan sosial. Jika orang hanya memiliki satu orang atau kadang-kadang tidak sama sekali, mereka tidak memiliki kesempatan untuk merefleksikan diri dan berbagi cerita,” kata Shuster.

Shuster juga mengatakan bahwa seringkali tubuh yang sangat maskulin atau kekar digunakan untuk menggambarkan bagaimana maskulinitas mempengaruhi orang lain, terutama pada perempuan, namun penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa memiliki konsekuensi yang merugikan bagi pria.

Ia beranggapan bahwa istilah bertubuh kekar dalam beberapa hal menjadi dasar anggapan mengisolasi karena tidak banyak menunjukan emosi.

“Sulit menjalin persahabatan dalam kondisi seperti ini,” katanya.

Para peneliti menyarankan isolasi sosial dapat dikurangi dengan merangkul pemahaman lain tentang maskulinitas yang tidak bergantung pada kemandirian dan ketangguhan untuk menjadi satu-satunya cara untuk menjadi ‘pria sejati’. Setidaknya mengurangi anggapan jika bertubuh kekar sama dengan menjadi ‘pria sejati’.

Baca Juga: Studi: Media Sosial Ternyata Berpengaruh Pada Pola Makan Kita

Namun Shuster mengakui bahwa semakin tinggi nilai pria pada skala maskulinitas, semakin kecil kemungkinan untuk mereka mengubah pandangan mengenai maskulinitas itu sendiri atau mencari bantuan.

“Bisakah kamu mengubah prinsip ideologi seseorang? Saya kira itu usaha yang lebih sulit daripada mencoba membuat orang percaya bahwa isolasi sosial sangat merugikan kesehatan mereka” jelasnya.

“Ini pelajaran tentang bagaimana menawarkan cara agar orang-orang untuk tidak terisolasi secara sosial dan membantu mereka mengembangkan kapasitas untuk mengenali bahwa semua cara yang mereka elu-elukan menjadi ‘pria sejati’ tidak akan bekerja untuk mereka seiring bertambahnya usia,” tutupnya.