Lubang Besar di Lapisan Ozon, Dampak Penggunaan Bahan Kimia di Bumi

By Aditya Driantama H, Senin, 6 April 2020 | 13:51 WIB
Penipisan lapisan ozon di wilayah Kutub Utara pada 18 Maret 2020.
Penipisan lapisan ozon di wilayah Kutub Utara pada 18 Maret 2020. ()

Nationalgeographic.co.id - Arctic Ozone Watch atau pengamat ozon wilayah Arktika NASA melaporkan adanya bentuk lubang besar di lapisan ozon di atas Kutub Utara. Lubang ini diprediksi merupakan rekor terbesar di utara. Selama bulan Maret, laporan dari balon cuaca mengungkapkan penurunan 90 persen dalam ozon pada inti lapisannya.

Sementara masih dikaji lebih lanjut, ini kemungkinan merupakan pengurangan ozon terbesar di kawasan tersebut. Dua sebelumnya yang ditemukan pada pada 2011 dan 1997 dianggap sebagai mini-hole atau lubang yang kecil karena penipisannya tidak dianggap parah.

Baca Juga: Suhu Ekstrem Tak Menghalangi Organisme Ini Berkembang Biak di Antartika

Berdasarkan jurnal yang dipublikasi dalam Nature, Gloria Manney, ilmuwan atmosfer di NorthWest Research Associates di Socorro, New Mexico, mengatakan bahwa penipisan yang masif pada lapisan ozon terjadi pada 2011. Namun, yang terjadi saat ini mungkin lebih parah daripada 2011.

Beberapa bahan kimia yang diproduksi oleh berbagai industri memang telah menipiskan lapisan ozon, yang jelas fungsinya untuk melindungi kehidupan di planet Bumi dari radiasi ultraviolet Matahari. Konsekuensi dari penipisan ini adalah pembentukan lubang ozon di atas wilayah kutub.

Zat kimia dan krofluorokarbon (CFC) di atmosfer memicu reaksi pada permukaan awan yang menggerogoti lapisan ozon. Ini adalah faktor yang mempercepat reaksi dan otomatis menipiskan lapisan ozon.

Baca Juga: Perubahan Iklim, Sebuah Pengetahuan Dasar dari Sederet Masalah Besar

Biasanya, penipisan ozon lebih sering terjadi di kutub selatan atau Antartika, mengingat suhunya jauh lebih rendah dibanding Kutub Utara. 

Namun, tahun ini, suhu rendah yang luar biasa mencengkeram Kutub Utara, menciptakan kondisi dimana lubang baru yang besar tercipta di sana. Masih belum jelas bagaimana situasi akan berevolusi selama beberapa minggu kedepan ketika bagian Bumi utara lebih diterangi oleh Matahari, sehingga para ilmuwan juga mengawasi hal itu.