Terima Kasih Atas Dukungan Pentas Wayang Orang Daring Pertama Melalui ZOOM

By Didik Kasim, Senin, 29 Juni 2020 | 17:28 WIB
Prabu Korona Birawa sedang kasmaran dengan Dewi Woro Sembadra, istri Raden Arjuna. Hasrat cinta ini jelas tak kesampaian karena kasih sayang bukan hasrat penguasaan. Wayang Orang Daring Pertama di Indonesia. (National Geographic Indonesia)

"Empak empo tan kuciwa memanise esemmu, nimas ayu Dyah Sembodro pepujanku, wong kuning, legananan tresnaku sundhul wiyati..."Suara Prabu Corona Birawa memecah adegan pertama. Inilah pagelaran wayang orang daring pertama di Indonesia, yang disiarkan langsung via ZOOM.Saya terpaku di depan layar komputer. Laksana ribuan jarum kecil yang menyerbu pori-pori sekujur badan. Ini dia! Kami mempersiapkannya bersama kawan-kawan Paguyuban Wayang Orang Bharata sejak lebih dari sebulan lalu. Kami merencanakan sebuah pagelaran demi menyelamatkan seni, tradisi, dan budaya dengan menggunakan peranti digital.Cerita ini bermula dari diskusi bersama awak National Geographic Indonesia. Kami berbincang tentang kekhawatiran nasib para pekerja-pekerja seni yang terdampak situasi dari pagebluk ini. Tanpa pagebluk pun situasi sudah serba sulit bagi mereka. Berat rasa hati membayangkan mereka menghadapi hari-hari bersama keluarga. Pendek cerita, akhirnya kami berhasil terhubung dengan Paguyuban Wayang Orang Bharata. Betul saja, kami mendengar cerita mereka. Lebih dari 100 pekerja seni di paguyuban ini harus merindukan pentas. Pagebluk telah memutus hubungan antara mereka dan panggung pementasan di Senen. Semangat mereka untuk berekspresi dan berkarya demi melestarikan budaya tercekat pagebluk.Diskusi kami berujung pada sebuah ide, yang pada saat itu pun kami tak paham dengan cara apa harus mewujudkannya. National Geographic Indonesia memiliki panggung daring, sementara mereka memiliki pengetahuan dan keahlian luar biasa dalam wayang orang. Dus, kami bermimpi menyatukan keduanya dalam sebuah pementasan wayang orang. Media pentasnya, sebuah aplikasi yang sejak pagebluk ini digunakan untuk bekerja dari rumah, ZOOM.Kami berlatih dan bergelut dengan teknologi, yang sejatinya masih belum menguasainya dengan betul. Kami juga mencari solusi agar pertunjukkan wayang orang ini tetap mempertahankan pakem-pakemnya. Inu bukan perkara mudah. Tak ada buku panduan pertunjukan yang bisa menjelaskan dan memandu kami bagaimana cara mudah melakukannya. Kami harus mencobanya satu per satu, dari kegagalan demi kegagalan.Tak jarang, kami berada di depan layar gawai kami di rumah masing-masing hingga tengah malam. Kami berlatih menyempurnakan setiap adegan. Satu hal yang tak membuat kami lelah: Melihat semangat memancar kuat dari para seniman kendati berkali-kali kami meminta mereka untuk mengulang adegan dan tembang. Mereka tak pernah lelah, lalu kenapa kami harus lelah?Sampailah semuanya pada Sabtu malam, 27 Juni. Sejak Prabu Corona Bhirawa memulai tembang pembukanya hingga Dewi Wara Sembodro bersanding bersama Raden Arjuna saat menutup pagelaran. Semua awak pementasan ini seolah menahan napas.Kami mengakhiri pagelaran dengan melepas layar hijau yang berfungsi sebagai latar maya, yang disaksikan langsung oleh para pemirsa. Barangkali ini yang mengejutkan pemirsa: Pagelaran wayang orang ini benar-benar dipentaskan dari rumah masing-masing seniman. Kini, semuanya bisa menyaksikan kehidupan nyata di rumah para seniman: lemari, meja, kursi, dan hiasan dinding.Kami menghela napas. Semua beban di dada tersapu sudah. Semua mimpi dan keletihan kami selama satu bulan ini terbayar tuntas. Tentu, pertunjukkan semalam jauh dari sempurna. Namun, kami bangga karena sudah membuat sebuah standar baru untuk purwarupa dalam dunia pertunjukkan digital. Kami yakin, banyak seniman lain yang kelak bisa menyempurnakan dan membuat pertunjukkan ini lebih epik ketimbang malam ini. Demikian yang kami harapkan bersama kawan-kawan wayang orang Bharata. Para seniman memiliki pilihan. Kini, kami bisa hadir dengan membantu memberikan pilihan-pilihan itu kepada mereka. Kita harus bisa hadir dengan apapun yang kita bisa untuk membantu pelestarian seni budaya negeri ini.Sembari merapatkan tangan di dada dan menundukkan kepala, kami yang bertugas dalam pertunjukan semalam menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya. Terima kasih kepada para pemirsa dan semua elemen yang telah merelakan waktu untuk hadir demi menyaksikan terwujudnya mimpi kita tentang pelestarian budaya.