Nationalgeographic.co.id – Tumpukan sampah plastik tengah mengancam kelestarian lingkungan hidup. Padahal menurut sejarahnya, plastik dibuat untuk mempermudah keseharian manusia. Bahannya yang kuat, mudah dibentuk, dan murah membuat plastik dipilih untuk berbagai kebutuhan, salah satunya untuk mengemas makanan.
Sayangnya, kemudahan dan kenyamanan tersebut membuat kita terlalu mudah membuang plastik tanpa mengoptimalkan manfaatnya terlebih dahulu. Perilaku linear economy seperti ini, di mana plastik dari produk kemasan berakhir sebagai sampah di lingkungan, merupakan sesuatu yang harus segera diubah.
Menurut data dari Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) serta Indonesian Plastic Recyclers (IPR) pada tahun 2019, diketahui jika total konsumsi plastik saat ini diprediksi sebanyak 5,66 juta metrik ton per tahun. Sayangnya, tingkat daur ulang plastik hanya 1,80 metrik ton per tahun.
Artinya, sebagian besar plastik yang kita gunakan berakhir menjadi sampah di lingkungan. Hal ini disebabkan pola konsumsi yang kurang bijak dan budaya daur ulang yang belum kunjung mengakar di seluruh lapisan masyarakat.
Baca Juga: Menyuarakan Suara Kebijakan, Manusia, dan Alam Melalui Fotografi
Padahal, meski fasilitas daur ulang di Indonesia memadai, kita tetap bisa menerapkan kebiasaan sehari-hari yang dapat mengurangi tumpukan sampah plastik secara signifikan. Misalnya dengan membawa kantong belanja sendiri, menggunakan masker guna ulang, dan juga mengonsumsi air dari galon guna ulang.
Memilih barang-barang yang bisa digunakan berulang kali akan mengoptimalkan manfaat yang kita terima dan mencegah lebih banyak sampah plastik mencemari lingkungan.
Kemudian, kita juga bisa memisahkan sampah-sampah rumah tangga. Kemasan plastik yang sudah tidak terpakai seringkali bisa didaur ulang dengan baik jika tidak tercampur dengan kotoran. Dengan menerapkan kebiasaan-kebiasaan ini, kita sesungguhnya tengah berpartisipasi dalam ekonomi sirkular.
Berbeda dengan ekonomi linear yang membuang barang tidak terpakai ke lingkungan sebagai sampah, ekonomi sirkular akan memutar kembali barang-barang yang sudah habis manfaatnya untuk dapat digunakan kembali sebagai produk baru. Sehingga bahan baku yang diambil dari alam seperti plastik akan terus berputar dalam lingkaran produksi, konsumsi, dan daur ulang tanpa berakhir di lingkungan sebagai sampah.
Baca Juga: Kisah Kantong Plastik Penolong Bumi yang Justru Sekarang Dibenci
Selain dari pihak konsumen seperti kita, ekonomi sirkular juga ditopang oleh inovasi dan kolaborasi berbagai pihak. Contohnya, produsen kemasan perlu mendesain produknya agar siap didaur ulang atau dapat digunakan kembali.
Salah satu contoh terbaik adalah air mineral dalam kemasan galon guna ulang. Solusi hidrasi ini sudah tersedia sejak tahun 1984 dan terjamin keamanannya karena setiap kali diisi ulang akan melewati pabrik yang sudah terstandarisasi. Karena dikembalikan setiap habis pakai, kemasan galon pun tidak akan mencemari lingkungan.
Pemeran penting lainnya dalam ekonomi sirkular adalah perusahaan daur ulang yang secara sistematis mengumpulkan sampah layak daur ulang dari berbagai sumber seperti perumahan, pertokoan, maupun perkantoran.
Di Indonesia sendiri, ekonomi sirkular mulai digerakkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan memfasilitasi beragam bantuan pengelolaan sampah di berbagai kota, kabupaten, hingga provinsi.
Baca Juga: Mengapa Bom Nuklir Menyebabkan Terbentuknya Awan Jamur?
Persoalan lingkungan yang merupakan dampak dari pola konsumsi plastik yang linear, hingga ekonomi sirkular sebagai solusi untuk mengatasinya akan dikupas tuntas dalam webinar bertajuk “Menilik Masa Depan: Apakah Ekonomi Sirkular Solusi Permasalahan Lingkungan?”.
Webinar yang merupakan hasil kerja sama antara National Geographic Indonesia melalui gerakan #SayaPilihBumi dan Danone-AQUA sebagai produsen air minum kemasan akan diselenggarakan pada 8 Agustus 2020 mendatang.
Webinar ini menghadirkan Peneliti Iklim dan Laut LIPI Intan Suci Nurhati, Hamish Daud, serta para pembicara lain yang ahli di bidangnya. Mari bergabung dengan gerakan #SayaPilihBumi melalui laman registrasi webinar di sini.