Teori Tentang Beethoven Kulit Hitam dan Makna Perlawanan di Dalamnya

By Fikri Muhammad, Rabu, 9 September 2020 | 20:52 WIB
Sebuah lukisan Ludwig van Beethoven tahun 1814 oleh Blasius Hoefel, setelah gambar Louis Letronne. (Imagno / Getty Images)

Nationalgeographic.co.id - Tepat 80 tahun setelah kematian Beethoven, pada 1907, seorang komposer Britania, Samuel Coleridge-Taylor mulai berspekulasi bahwa Beethoven adalah orang kulit hitam. Ia memperhatikan kemiripan luar biasa antara fitur wajahnya dengan gambar Beethoven.

Colderidge-Taylor ialah seorang berdarah campuran. Ibunya kulit putih keturunan Inggris dan ayahnya berasal dari Sierra Leone di Afrika Barat. Setelah kembali dari segregasi AS, Coleridge-Taylor menceritakan pengalamannya pada seorang komposer Jerman. 

"Jika musisi terhebat masih hidup hari ini, dia tidak mungkin mendapatkan akomodasi hotel di kota-kota tertentu di Amerika." 

Kata-katanya terbukti sebagai wahyu. Selama tahun 60-an, mantra "Beethoven was black" menjadi bagian dari perjuangan hak asasi manusia bagi kulit hitam. Walaupun Coleridge-Tayloe sudah meninggal 50 tahun setelahnya, seorang juru kampanye, Stokely Carmichael, mengamuk pada budaya kulit putih yang lebih unggul dari kulit hitam. Ia mengatakan "Beethoven sama hitamnya seperti Anda dan saya," katanya dalam pidato di Seattle pada laman Guardian. "Tapi mereka tidak memberitahu kita tentang itu."

Baca Juga: Thanaka, Kosmetik Alami Andalan Orang-Orang Myanmar

Beberapa tahun sebelumnya, Malcom X juga mengutarakan gagasan yang sama, saat memberi tahu seorang pewawancara bahwa ayah Beethoven adalah salah seorang blackamoors yang memperkerjakan diri mereka di Eropa sebagai tentara profesional.

Teori "Beethoven Hitam" pertama kali muncul di media populer pada awal abad ke-20. Bukti untuk klaim ini didasarkan pada catatan kontemporer--banyak di antaranya dikumpulkan dalam Sex and Race, yang diterbitkan pada tahun 1944 oleh sejarawan dan jurnalis Joel Augustus Rogers. Catatan ini, menurut The Conversation, menunjukan bahwa Beethoven memiliki ciri-ciri orang kulit hitam.

Beethoven digambarkan zaman itu sebagai seorang 'gelap', 'berkulit gelap', atau sebagai 'moor'. Istilah 'moor' digunakan pada abad ke-18 dan ke-19 untuk merujuk pada orang muslim dari Afrika Utara atau Semenangjung Iberia, atau secara lebih umum orang berkulit hitam. 

Baca Juga: Nguyen Van Chien, Kakek dengan Rambut Gimbal Sepanjang Lima Meter

Bagi beberapa sarjana, musik Beethoven itu sendiri, kerumitan ritmenya mengarah ke etnisitasnya yang tersembunyi, karena hal itu menunjukkan pengetahuan tentang praktik musik Afrika Barat.

Beberapa penulis bahkan melangkah lebih jauh dengan menyarankan kehadiran ritme reggae dan jazz di sonata pianonya. Beethoven dianggap berkulit hitam karena musiknya “terdengar” hitam; dengan kata lain, terlepas dari ketidaksamaannya dengan keakraban dengan musik Afrika atau sinkopasi itu adalah hal yang lumrah dalam musik Eropa pada waktu itu.

Yang lain menyebut persahabatan Beethoven dengan pemain biola dan komposer Afro-Eropa George Bridgetower sebagai bukti identitas multiras sang komposer sendiri.

Tahun 2020 menandai peringatan 250 tahun kelahiran Ludwig van Beethoven, dan pada pertengahan Juni tahun ini, ia menjadi trending di Twitter. 

Hal ini dipicu oleh peristiwa yang baru-baru ini terjadi, yakni kematian George Floyd dan naiknya Black Lives Matter. Membawa perdebatan sengit tentang ras yang meresap ke media arus utama dan sosial.