Dua per Lima Tanaman di Dunia Terancam Punah, Bahkan Sebelum Sempat Diberi Nama

By Gita Laras Widyaningrum, Kamis, 1 Oktober 2020 | 20:09 WIB
Kantung semar, salah satu tumbuhan unik yang berada di dalam Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. (Agus Prijono)

Nationalgeographic.co.id - Para ilmuwan mengatakan mereka sedang berlomba melawan waktu untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan tanaman-tanaman terbaru di dunia, sebelum spesies tersebut punah.

Menurut keterangan dari Royal Botanic Gardens, Kew, tanaman dan jamur amat menjanjikan sebagai obat-obatan di masa depan. Juga sebagai makanan dan bahan bakar.

Namun sayangnya, "harta karun keanekaragaman hayati" ini terancam punah akibat kerusakan habitat dan perubahan iklim, seperti yang dilansir dari laman BBC

Baca Juga: Elegi Hutan Mangrove tentang Retaknya Hubungan Manusia dan Alam

Berdasarkan studi terbaru, ada sekitar dua per lima tumbuhan di dunia yang berisiko mengalami kepunahan. 

Sekitar 723 tanaman yang biasa digunakan untuk pengobatan berisiko punah, dengan masalah panen berlebihan di beberapa bagian dunia.

Hasil tersebut didapat dari penelitian yang dilakukan lebih dari 200 ilmuwan di 42 negara dan dipublikasikan pada pertemuan PBB. 

Profesor Alexandre Antonelli, Director of Science di Kew, mengatakan bahwa kita hidup di zaman kepunahan. 

"Ini sangat mengkhawatirkan dan penting untuk segera melakukan aksi," katanya, dikutip dari BBC.

"Kita bisa kalah melawan waktu karena spesies-spesies ini menghilang lebih cepat sebelum mereka ditemukan dan diberi nama. Beberapa dari mereka mungkin memegang petunjuk penting untuk memecahkan beberapa tantangan pengobatan yang paling mendesak, seperti saat pandemi seperti ini misalnya," papar Antonelli. 

Baca Juga: Akibat Pemanasan Global, Bunga-bunga di Dunia Alami Perubahan Warna

Para ilmuwan memperkirakan, risiko kepunahan mungkin jauh lebih tinggi dari yang diduga sebelumnya. Diperkirakan ada sekitar 140 ribu atau 39,4% tanaman yang terancam punah. Sebelumnya hanya 21% pada 2016.

Para peneliti meminta agar penilaian risiko dapat dilacak dengan cepat--menggunakan teknologi seperti kecerdasan buatan juga mengeluarkan lebih banyak dana untuk konservasi tanaman.