Studi: Air Laut Akan Naik Lebih Tinggi Lampaui Skenario Terburuk PBB

By Utomo Priyambodo, Sabtu, 6 Februari 2021 | 09:39 WIB
Kenaikan permukaan air laut hanya satu-dua meter dapat menyusutkan Florida Keys menjadi sepersekian (Yunaidi Joepoet)

Nationalgeographic.co.id—Pada 2019, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), badan ilmiah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang melaporkan perubahan iklim, mengatakan bahwa rata-rata permukaan laut global kemungkinan akan naik setidaknya 2,00 kaki (0,61 meter) pada tahun 2100, tetapi tidak lebih dari 3,61 kaki (1,10 meter). Itu artinya, dalam skenario terburuk, air laut global “hanya” akan naik sebanyak 1,10 meter di akhir abad 21 ini. Angka-angka tersebut berasal dari pemodelan badan PBB tersebut dengan memperhitungkan perubahan iklim dan pemanasan laut, emisi gas rumah kaca yang sedang berlangsung, dan potensi perubahan dalam perilaku manusia untuk mencegah lebih banyak pemanasan.

Baru-baru ini angka tersebut dibantah oleh sekelompok ilmuwan dari University of Copenhagen dan Norwegian Research Centre yang baru saja menyelesaikan studi terbaru mereka terkait prediksi kenaikan permukaan air laut global. Menurut hasil studi terbaru ini, permukaan air laut kemungkinan akan naik lebih cepat daripada prediksi kebanyakan model-model iklim yang telah dibuat sebelumnya, bahkan lebih cepat dibanding skenario terburuk dari pemodelan IPCC pada tahun 2019 itu.

Dalam studi terbaru ini, sekelompok ilmuwan meneliti pemodelan-pemodelan permukaan air laut melalui lensa data historis. Mereka melihat seberapa cepat permukaan laut naik di masa lalu saat Bumi menghangat dan kemudian membuat ekstrapolasi data untuk memprediksi kenaikan permukaan air laut pada waktu-waktu mendatang. Mereka akhirnya menemukan bahwa model-model permukaan air laut yang ada saat ini ternyata cenderung memprediksi lebih rendah angka kenaikan permukaan air laut jika dibandingkan dengan hasil ekstrapolasi yang lebih langsung dari catatan-catatan sejarah.

"Perbandingan ini menunjukkan bahwa kemungkinan proyeksi kenaikan paling tinggi dari permukaan air laut yang ada dalam laporan IPCC baru-baru ini bakal terlalu rendah," tulis para peneliti dalam laporan hasil studi mereka yang telah diterbitkan di jurnal Ocean Science pada 2 Februari 2021, sebagaimana dilansir Live Science.

Baca Juga: Studi: Populasi Komodo Kian Memburuk Akibat Interaksi dengan Manusia

Pemodelan-pemodelan iklim yang ada saat ini umumnya memperhitungkan faktor-faktor seperti perubahan volume es dan tutupan awan, jumlah panas matahari yang diserap oleh lautan, dan semua sifat fisik lainnya. Namun studi terbaru di jurnal Ocean Science ini juga turut memperhitungkan data historis, ujar Kaitlin Hill, matematikawan dari Wake Forest University yang tak terlibat dalam studi tersebut. Proses ini, kadang-kadang dikenal sebagai "hindcasting", yakni tes kunci dari kegunaan model.

Joellen Russell, ahli kelautan dari University of Arizona yang juga tidak terlibat dalam studi terbaru ini, berkata tidak mengherankan menemukan bahwa model iklim penting yang digunakan oleh IPCC mungkin meremehkan kenaikan permukaan air laut. Para ahli sudah cenderung memprediksi tingkat kenaikan permukaan laut yang jauh melampaui prediksi IPCC dan lebih sejalan dengan apa yang disarankan oleh metode baru ini untuk mempelajari kenaikan permukaan air laut di masa depan. Selain itu, Russel menambahkan, model terbaru IPCC juga tidak memperhitungkan efek pencairan lapisan es pada kenaikan permukaan laut.

Para peneliti dalam studi terbaru ini mengembangkan metrik baru untuk menilai kenaikan permukaan laut, yang dikenal sebagai sensitivitas permukaan laut sementara (TSLS). Metrik ini bertujuan untuk memprediksi permukaan laut ke dalam realitas historis. TSLS dapat meningkatkan sensitivitas model perubahan permukaan air laut di masa depan, ujar para peneliti tersebut. Cara terbaik untuk membuat proyeksi dengan TSLS akan membutuhkan lebih banyak informasi tentang model IPCC daripada yang telah tersedia, kata mereka.

Baca Juga: Sisa Reruntuhan Salah Satu Masjid Tertua di Dunia Ditemukan di Israel

Russell mengatakan bahwa TSLS ini merepresentsikan "langkah maju yang penting" untuk bidang pemodelan kenaikan permukaan air laut. Young Gu Her, ahli hidrologi dari University of Florida yang juga terbiasa membuat pemodelan iklim, mengatakan bahwa hasilnya menarik dan menunjukkan pentingnya memahami asumsi pemodelan yang digunakan untuk memprediksi masa depan kenaikan permukaan laut. Namun dia mengatakan hasil studi terbaru tersebut tidak menjelaskan berapa banyak lagi emisi gas rumah kaca (dan berapa banyak pemanasan) yang mereka asumsikan akan terjadi di abad berikutnya.

Kaitlin Hill menambahkan komentar bahwa penting bagi publik untuk memahami bahwa pemodelan-pemodelan iklim tidak bekerja seperti prakiraan cuaca. Mereka tidak dirancang untuk memberi tahu Anda berapa suhu pada hari Selasa sepuluh tahun dari sekarang. Mereka dirancang untuk membantu orang memahami apa yang sedang terjadi pada iklim global, faktor apa yang paling penting dalam membentuk masa depan, dan bagaimana masa depan itu bisa diubah.