Nationalgeographic.co.id—Para kriminal tampaknya harus berpikir dua kali bila ingin melakukan tindak kejahatan tanpa meninggalkan jejak. Sebab, baru-baru ini sekelompok ilmuwan di Inggris berhasil menemukan cara untuk bisa mendeteksi DNA manusia di udara.
Mengumpulkan DNA manusia dan hewan dari udara di sebuah ruangan sekarang dimungkinkan, ungkap para ilmuwan Inggris dalam sebuah penelitian mengenai bukti pengumpulan DNA dari udara, seperti dilansir Science Times.
Teknologi semacam ini bisa merevolusi cara pihak berwenang menyelidiki kejahatan yang mengerikan atau metode yang akan digunakan oleh para ahli virus untuk menyelidiki penyakit menular, seperti COVID-19. Teknologi tersebut akan diterapkan di bidang ilmiah seperti forensik, ekologi, arkeologi, dan kedokteran.
Ke depannya para penyelidik kejahatan mungkin dapat menentukan apakah seorang penjahat hadir di tempat kejadian perkara (TKP) hanya dengan menganalisis udara, yang akan mengungkapkan DNA mereka. Alhasil, identitas pelaku kejahatan dapat lebih mudah.
Baca Juga: DNA Tertua di Dunia Ditemukan, Milik Mammoth Purbakala di Siberia
Prinsipnya, udara yang dihisap yang dikumpulkan di sebuah ruangan kemudian dipompa ke filter ultra-halus yang bisa menangkap DNA dari tubuh seseorang. DNA manusia dari udara ini disebut DNA lingkungan (eDNA).
eDNA telah ditangkap di tanah, air, salju, dan digunakan untuk mempelajari hewan-hewan yang sulit ditangkap. Untuk saat ini, sebagian besar eDNA telah berhasil dikumpulkan dari air.
Dalam studi ini para ilmuwan Inggris mencari tahu apakah eDNA dapat disaring dan dideteksi dari udara. Studi mereka berhasil menemukan DNA dari para tikus mol telanjang (naked mole rat) yang ada di udara di dalam ruangan tempat mereka disimpan dan di liang mereka di laboratorium.
Mereka mampu mengekstrak apa yang mereka sebut sebagai "AirDNA" dari filter dan diurutkan dengan benar. Yang menarik, DNA manusia dari para pengasuh tikus-tikus itu juga berhasil mereka deteksi.
Ini adalah sebuah hasil yang mengejutkan para peneliti tersebut. Hal ini mengungkapkan kepekaan teknik yang mereka pakai tersebut. Hal ini juga menunjukkan bahwa kemungkinan penggunaan teknik pengambilan sampel dalam studi forensik.
Baca Juga: Studi DNA Ungkap Hubungan Seks Antar Spesies Manusia dan Neanderthal
Para peneliti yakin bahwa DNA manusia yang mereka temukan berasal dari para pengasuh tikus-tikus itu. Studi ini dianggap sebagai bukti terbitan pertama yang mengungkapkan eDNA hewan dapat dideteksi dari udara, yang mengarah ke penyelidikan lebih lanjut pada hewan-hewan yang sulit ditemukan yang tinggal di tempat-tempat yang sulit dijangkau.
Penemuan ini juga membuka pertanyaan apakah teknologi tersebut memang dapat digunakan dalam ilmu forensik atau arkeologi untuk menyelidiki keberadaan manusia di masa lalu atau momen-momen krusial yang terlewat.
Dengan menggunakan cara ini, pihak berwenang dapat secara positif mengidentifikasi tersangka jika mereka berada di TKP setelah menganalisis DNA mereka. Dalam arkeologi, para ilmuwan hanya dapat mempelajari udara dari sebuah makam untuk mengumpulkan sampel DNA dari, katakanlah, mumi seorang firaun. Meski demikian, tujuan penggunaan utamanya saat ini adalah untuk lebih memahami dan menyelidiki spesies-spesies hewan yang jarang terlihat.
Baca Juga: Firaun Mesir Ini Mati secara Brutal di Medan Perang. Siapakah Dia?
Teknologi baru ini mengandalkan udara yang dihisap ke dalam filter, dan ini menunjukkan betapa sulitnya mendapatkan DNA di ruangan yang lebih besar. Ini, kata mereka, akan membatasi cakupan teknik dan pengenceran sampel DNA.
Penulis pertama studi tersebut, Dr. Elizabeth Clare, yang merupakan Dosen Senior di Queen Mary University of London mengatakan bahwa "penggunaan eDNA telah menjadi topik yang semakin menarik dalam komunitas ilmiah khususnya untuk para ahli ekologi atau ahli konservasion yang mencari cara efisien dan non-invasif untuk memantau lingkungan biologis." "Di sini kami memberikan bukti terbitan pertama yang menunjukkan bahwa eDNA hewan dapat dikumpulkan dari udara, membuka peluang lebih lanjut untuk menyelidiki komunitas hewan di lingkungan yang sulit dijangkau seperti gua dan liang," ujar Clare seperti dikutip dari halaman resmi Queen Mary University of London.
Baca Juga: Satu Tahun GRID STORE: Tersedia Layanan Pelanggan Majalah-el Berdiskon