Ebeg Banyumasan, Jejak Kreasi Sang Sunan untuk Siar Islam di Jawa

By National Geographic Indonesia, Senin, 19 April 2021 | 04:00 WIB
Memakai topeng berseringai sangar, seorang wayang ebeg menari di pantai Teluk Penyu saat jelang senja. (Yunaidi/National Geographic Indonesia)

Ia juga mengikatkan seuntai janur kuning di beberapa tiang besi yang berdiri tegak di lapangan Lokajaya di Desa Lomanis, Cilacap Tengah, Cilacap, Jawa Tengah. Kasirin membentengi tempat pentas itu dengan pagar gaib. “Kalau tidak dibatasi, pembarong bisa melabrak tiang besi,” ujarnya. “Barongan bisa pecah.”

Awal mula kreasi ebeg untuk menggambarkan pasukan Mataram dalam menghadapi penjajahan Belanda. Gerak sigrak dan lincah untuk mengenang semangat pasukan Jawa dalam menempa kesiapan diri dan keterampilan perang. (Agus Prijono/National Geographic Indonesia)

Tarian Bayangkara itu menggambarkan gerak laju pasukan berkuda. Bagaikan seorang komandan, Umarmaya menguasai pentas.

Berdiri di tepian pentas, Kasirin mengawasi para wayang yang menari. Para pejoget bergerak serentak seiring musik yang menggelora. Tarian Bayangkara itu menggambarkan gerak laju pasukan berkuda. Bagaikan seorang komandan, Umarmaya menguasai pentas. Ia menyisir satu-satu penunggang kuda lumping yang bersimpuh membeku. Gerak kaki Umarmaya kadang menderap, kadang mencongklang: bagaikan langkah-langkah turangga di medan laga. Umarmaya mendekati setiap prajurit. Bersalaman.

Mendekati akhir pergelaran, para pemain kuda kepang berbaju cerah itu menderap kompak. Di barisan belakang, dua lelaki bertopeng Pentul dan Tembem menari jenaka. “Dua penari itu disebut cepet untuk candaan,” ujar Kasirin.

Seiring ebeg yang bergemuruh, para penonton memasrahkan sepeda motornya kepada teknisi: membersihkan ruang mesin dari oli lama, dan mengganti yang baru. Di sela pertunjukan ebeg, beberapa orang menuntun sepeda motornya untuk diganti pelumasnya. Pada hari Ahad itu, lima hari menjelang Natal 2015, sembari menonton ebeg, penonton berkesempatan mengganti oli dengan layanan gratis. Pelumasnya juga murah.  “Ya, sambil melestarikan kesenian tradisional, kita ingin masyarakat tahu ada pabrik pelumas di Cilacap,” tutur Agus Mahyudin, Manajer PT Pertamina Lubricants Production Unit Cilacap.

Selain kuda lumping, ebeg juga menampilkan barongan. Topeng berat ini terbuat dari kayu. (Yunaidi/National Geographic Indonesia)