Ribuan Makam Islam Ini Disusun dalam Pola 'Galaksi' yang Misterius

By Utomo Priyambodo, Kamis, 8 Juli 2021 | 19:00 WIB
Citra satelit atas ribuan makam Islam di Sudan. (Stefano Costanzo et al/PLOS One)

Nationalgeographic.co.id—Ribuan makam Islam abad pertengahan di Sudan timur diatur dalam pola yang sulit dideteksi. Menurut para arkeolog yang mempelajarinya, makam-makam tersebut menggunakan sebuah metode yang didesain untuk kosmologi. Ribuan makam itu memiliki pola seperti himpunan beberapa "galaksi". Sebuah galaksi biasanya terdiri atas beberapa bintang dan planet-planet yang mengitarinya.

Dalam studi terbaru, tim peneliti menggunakan citra satelit untuk mengidentifikasi lokasi lebih dari 10.000 monumen penguburan di wilayah Kassala di Sudan timur. Monumen-monumen tersebut termasuk tumuli, yang terbuat dari batu dan merupakan "struktur terangkat yang relatif sederhana, tersebar luas di seluruh area prasejarah dan sejarah Afrika," dan "qubba," yang merupakan istilah yang merujuk pada makam dan tempat suci Islam di dunia pan-Arab.

Laporan studi itu telah terbit di jurnal PLOS One pada 7 Juli 2021. Pada awalnya, saat tim peneliti memetakan monumen-monumen pemakaman tersebut, mereka kesulitan menafsirkan data karena beberapa monumen telah digali sebelumnya.

 

 

"Kami menghadapi tantangan untuk menafsirkan pembuatan lanskap pemakaman dengan hampir tidak ada data arkeologi tradisional, tetapi [kami memiliki] kumpulan data yang cukup besar untuk dapat menghipotesiskan adanya proses kompleks baik pada skala regional maupun lokal," ujar Stefano Costanzo.

Dia seorang mahasiswa doktoral di bidang arkeologi di University of Naples L'Orientale di Italia, yang menjadi penulis utama dalam laporan studi di jurnal tersebut.

"Dengan mata telanjang, jelas bahwa makam-makam yang berkerumun itu dikondisikan oleh lingkungan, tetapi makna yang lebih dalam mungkin tersirat dalam penataan ruangnya," kata Costanzo, seperti dikutip dari Science Alert.

Contanzo dan anggota-anggota tim lainnya mencari teknik pemodelan statistik yang dapat membantu mereka mendeteksi pola makam-makam Islam tersebut. Pada akhirnya, mereka memutuskan untuk menggunakan metode yang disebut proses klaster Neyman-Scott, yang awalnya dikembangkan untuk mempelajari pola spasial bintang dan galaksi. Sejauh yang diketahui tim, para arkeolog tidak pernah menggunakan teknik tersebut.

Baca Juga: Kuburan Kuno Berisi Kerangka Bayi Kembar Viking Ditemukan di Swedia

Makam-makam qubba di Jebel Maman, Sudan. (Stefano Costanzo)

 

"Fitur terbesar dari model ini terletak pada kenyataan bahwa ia dapat menangani kumpulan data arkeologi yang [tidak memiliki data penggalian dan catatan sejarah] tetapi terdiri dari sejumlah besar elemen, yang merupakan dasar untuk analisis statistik yang berarti," ucap Costanzo.

Teknik pemodelan ini mengungkapkan bahwa makam-makam Islam itu "menyembunyikan beberapa subklaster yang berputar di sekitar makam-makam 'induk' yang tidak dapat diidentifikasi yang bertindak sebagai pusat daya tarik untuk penguburan berikutnya," papar Constanzo. Pusat daya tarik makam-makam "induk" ini tampaknya didorong oleh kesakralan umum lokasi dan lintasan sosial dari kelompok-kelompok bergerak atau nomaden yang masih ada.

Studi ini juga menegaskan bahwa daerah-daerah di mana terdapat bahan bangunan juga cenderung memiliki lebih banyak makam. Selain itu, faktor lingkungan seperti topografi lanskap juga dapat mempengaruhi lokasi makam.

Wilayah Kassala dihuni oleh orang-orang Beja. Banyak di antara mereka masih menjalani gaya hidup semi-nomaden, kata tim peneliti dalam laporan studi di jurnal tersebut. "Klaster-klaster lokal kemungkinan besar adalah kuburan suku/keluarga orang Beja."

Menurut mereka, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan lokasi yang tepat dari makam-makam "induk" tersebut. Penelitian lebih lanjut juga dapat mengungkap siapa saja yang dimakamkan di makam-makam induk ini dan apa yang membuat mereka begitu istimewa.

Para ilmuwan yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut mengatakan metode dan temuan terbaru dari tim arkeologi itu menarik. "Pendekatan ini sangat cocok untuk penyelidikan kelompok nomaden, yang tersebar di wilayah yang luas," kata Derek Welsby, asisten penjaga (mirip dengan kurator) di British Museum yang telah melakukan penelitian arkeologi ekstensif di Sudan. Penelitian ini harus membuat penggalian masa depan di daerah itu lebih mudah, kata Welsby.

Baca Juga: Prajurit Berpedang Abad Pertengahan Ditemukan di Dasar Danau Lituania

Khatmiyya, sebuah masjid sufi di Kassala, Sudan Timur. Di Kassala terdapat permakaman Islam yang memiliki pola seperti himpunan beberapa 'galaksi'. Arkeolog mencoba memecahkan teka-teki ini. (Islamic Heritage)

Teknik kosmologis yang digunakan tim ini "tampak seperti tambahan yang cukup menarik dan berpotensi berharga untuk gudang metode statistik arkeologi yang sudah cukup besar untuk mendapatkan wawasan tentang pengembangan lanskap seperti ini," kata David Wheatley, seorang profesor arkeologi di University of Southampton di Inggris.

Metode ini juga memberikan informasi tentang sejarah orang-orang yang tinggal di sana. "Ini memberikan dukungan kuantitatif untuk sejarah mendalam orang-orang Beja," kata Giovanni Ruffini, seorang profesor sejarah di Fairfield University di Connecticut.

Meski demikian, studi terbaru ini juga memiliki batasan. Philip Riris, dosen pemodelan arkeologi dan paleoenvironmental di Bournemouth University di Inggris, menyatakan keprihatinan bahwa tim peneliti tersebut memasukkan makam-makam dari periode waktu yang sangat berbeda dalam model yang sama. Ini "berisiko karena tradisi penguburan yang berbeda semuanya disatukan," kata Riris.