Dalam Pusaran Air

By , Selasa, 17 Maret 2009 | 13:16 WIB

Perburuan dimulai. Delapan puluh kilometer ke arah timur laut Isla Mujeres di Teluk Meksiko, ikan layaran mencari mangsa di perairan biru. Burung cikalang melayang seperti anak panah di atas laut, sesekali menukik untuk menyambar makanan. Sambil mengikuti arah kawanan burung itu, Anthony Mendillo, pemandu olahraga memancing yang juga seorang pencari ikan layaran nan ahli, mengemudikan Keen M menuju kawanan burung itu. Ternyata benar.  Di bawah kawanan burung itu, sekelompok ikan sarden yang ratusan jumlahnya sedang bergerak serentak, tampak berkilau di bawah cahaya Matahari setiap kali ikan-ikan itu meliuk. Lusinan bayangan panjang mengelilingi bulatan dari gerombolan ikan yang panik itu: para pemburu!!break!

Ikan layaran dan ikan sarden adalah ikan yang bermigrasi, penyebarannya luas, dengan populasi yang menghuni banyak samudra.  Namun, dari Januari hingga Juni, Istiophorus platypterus dan Sardinella aurita sama-sama berada di perairan ini. Bagi pemangsa dan mangsanya, landas benua di sini merupakan habitat yang ideal. Dangkalan laut yang kaya plankton, diasupi oleh sungai-sungai yang mengalir dari daratan dan arus samudra yang bergerak di antara Kuba dan Yucatán, menjanjikan cukup banyak makanan.

Perburuan ini mirip dengan perilaku perburuan yang ada pada hewan mamalia. Ikan layaran yang kerap berkelana dalam kelompok yang longgar amat jelas menyatukan kekuatan. Ikan jantan dan betina sama-sama mengelilingi mangsa, memaksa gerombolan sarden membentuk formasi yang lebih padat, dan sesekali menyambarnya sebagai santapan. Setiap sambaran ditandai oleh tampilan yang menakjubkan dari sirip punggung yang  ukurannya lebih dari dua kali lipat tubuh si pemangsa.

Kilatan warna-warni di sepanjang tubuh yang kerap berupa garis-garis biru keperakan mempertegas kesan tersebut. Sel-sel berpigmen gelap yang disebut melanofor “mirip kerai venesia,” kata ahli neurobiologi Kerstin Fritsches dari University of Queensland di Australia. Biasanya warna satwa itu membosankan, tetapi “ketika sedang stres atau bergairah, sel-sel tersebut mengerutkan pigmennya untuk menyemburatkan warna-warna metalik yang indah di kulit lapisan dalamnya.”

Semburat warna itu mungkin bukan hanya dimaksudkan untuk mengganggu mangsa, tetapi juga untuk mengingatkan ikan layaran lain agar menjaga jarak sehingga bisa menghindari tabrakan. “Karena punya hidung yang tajam dan berenangnya cepat, peringatan ini menjadi penting,” ujar Fritsches. Memang demikian, paruh ikan layaran—rahang atas yang memanjang, yang dikibas-kibaskan si pemangsa ke kiri dan ke kanan untuk menghantam mangsanya, dan sepertinya digunakan untuk melawan ikan hiu, setuhuk, dan musuh-musuh lainnya—setajam belati. Namun, meskipun kibasan paruhnya secepat rentetan tembakan, jarang ada laporan tentang ikan layaran yang melukai sesamanya.!break!

Seekor ikan mengambil giliran—dan tampaknya tidak ada yang terluka atau kelaparan dalam hiruk-pikuk tersebut. Kawanan sarden pun menata diri.  Sambil saling mencermati jarak dan gerakan sesamanya, ikan-ikan sarden bergeser serempak, setiap ikan, baik pemimpin maupun pengekor. Gerombolan ikan itu meluncur seperti setetes air raksa yang mengilat, memukau, dengan kemilau yang mungkin membantu dalam membingungkan para pemangsa.  

Namun, tak ada tarian hipnotis yang dapat sepenuhnya melindungi ikan-ikan sarden yang akan bersembunyi dalam massa yang menggeliat-geliat di bawah serpihan benda terapung apapun—bahkan di bawah penyelam snorkel. Ikan layaran hanya perlu menunggu dalam jarak serang hingga mangsanya keluar dari persembunyian.

Tidak lama kemudian, perburuan dilanjutkan kembali, para pemangsa kembali mengepung, menebas, dan menelan. Setelah melahap semua sarden yang masih tersisa, permainan mematikan itu pun usai dan kawanan ikan layaran beranjak pergi. Di belakangnya, aliran dari sisik-sisik ikan sarden yang berkilatan perlahan jatuh ke dalam air yang membiru.