Lautan Bukit Pasir

By , Jumat, 25 Juni 2010 | 10:13 WIB

Dari udara, bentangan bukit pasir itu mirip jemuran seprai putih pada suatu sore yang berangin. Bahkan, nama tempat ini, Lençóis Maranhenses, berarti "seprai Maranhão". Maranhão adalah negara bagian di pantai timur laut tropis Brasil, tempat bukit pasir berbentuk bulan sabit ini berada. Apa pun namanya, ini gurun nan magis, dengan pasir putih berkilau yang mengombak. Kawanan ikan keperakan berenang di kolam-kolam biru dan hijau terang yang terbentuk oleh hujan. Penggembala menggiring kawanan kambing melintasi pasir yang menjulang, sementara nelayan berangkat melaut, hanya berpedoman bintang dan bangkai kapal tua.!break!

"Rasanya seperti dunia paralel," kata Carolina Alvite, mantan direktur taman nasional seluas 1.550 kilometer persegi itu, yang didirikan tiga dasawarsa lalu untuk melindungi ekosistem yang langka ini. Layaknya laut di dekat Bahama yang tiba-tiba muncul seperti fatamorgana di tengah Sahara.

Namun, di gurun ini, fatamorgana tersebut nyata.

Menurut Antonio Cordeiro Feitosa, ahli geografi di Federal University of Maranhão, secara teknis, sebenarnya Lençóis tidak termasuk gurun. Curah hujan di wilayah tersebut mencapai seratus dua puluh sentimeter atau lebih setahun. Sementara berdasarkan definisinya, rata-rata curah hujan gurun kurang dari 25 sentimeter setahun.

Akan tetapi, justru keberadaan air itulah yang memungkinkan terciptanya bentangan pasir ini. Dua sungai di dekatnya, Parnaíba dan Preguiças, membawa pasir dari pedalaman benua itu ke Samudra Atlantik. Sebagian besar sedimen mengendap di garis pantai taman sepanjang 70 kilometer. Di sini, selama musim kemarau, terutama pada bulan Oktober dan November, angin timur laut yang terus bertiup membawa pasir itu sejauh 48 kilometer ke daratan, sehingga sejauh mata memandang, tampak bukit pasir berbentuk bulan sabit yang dapat mencapai ketinggian 39 meter. Cordeiro juga menyaksikan gerakan Lençóis Maranhenses yang tiada henti. Di beberapa tempat, bukit pasir ini maju hingga 20 meter per tahun. "Lanskap berubah secara drastis akibat setiap siklus musiman," ucapnya.

Setiap tahun, laguna terbentuk kembali setelah hujan Januari-Juni mengisi lembah di antara bukit pasir. Beberapa danau ini panjangnya mencapai 90 meter dengan kedalaman hingga tiga meter. Pada awal Juli, saat airnya paling banyak, laguna-laguna itu dapat saling terhubung, ketika sungai seperti Rio Negro menembus bukit pasir itu. Jadi, ikan dapat bermigrasi ke laguna, memakan ikan lain atau larva serangga di dalam pasir. Beberapa spesies ikan, seperti ikan-serigala (Hoplias malabaricus), bahkan tidur di dalam lumpur selama musim kemarau, dan baru muncul saat musim hujan datang. Setelah musim hujan berakhir, laguna mulai menguap oleh panas khatulistiwa. Permukaannya pun dapat turun hingga satu meter per bulan.!break!

Bukit pasir ini tidak hanya dihuni ikan dan serangga. Di samping orang yang tinggal di desa di sekitarnya, ada 90 pria, wanita, dan anak-anak yang menghuni dua oasis di bukit pasir itu, Queimada dos Britos dan Baixa Grande, tempat mereka tinggal dalam pondok berdinding lumpur dan beratap rumbia. Seperti bukit pasir, rutinitas mereka berubah seiring musim. Pada musim kemarau mereka memelihara ayam, kambing, dan sapi, menanam singkong, kacang-kacangan, dan jambu monyet, serta mengumpulkan serat carnauba (Copernicia prunifera) dan buriti (Mauritia flexuosa) dari resting atau hutan pantai, yang tumbuh di dekat bukit pasir itu. Saat hujan datang dan bercocok tanam semakin sulit, orang-orang di oasis itu pindah ke tepi laut. Mereka tinggal di gubuk penangkapan ikan di pantai. Di sana mereka menjual ikan bulan-bulan serta ikan lainnya yang diasinkan dan dikeringkan kepada pedagang, yang kemudian menjualnya ke kota.

Pada 2002, dibangun jalan raya beraspal antara ibu kota Maranhão, São Luís, dan Barreirinhas, sebuah kota kecil yang berkembang pesat, yang sekarang mempromosikan dirinya sebagai pintu masuk ke taman itu. Sejak itu, pariwisata juga meningkat. Sekarang lebih dari 60.000 orang berkunjung ke taman itu per tahun. Dan acara pesiar di bukit pasir dengan kendaraan semua medan menjadi perhatian besar para pengurus taman.

"Kendaraan dilarang di bukit," kata Alvite, yang khawatir bahwa kegiatan sembrono seperti itu mengancam burung trinil dan dara-laut yang bermigrasi, di samping burung lain yang bersarang di sana.Bahkan mereka yang sangat mengenalnya pun terkesima oleh keindahannya yang selalu berubah. Mendiang Manoel Brito, sesepuh di Queimada dos Britos, dulu memiliki sekitar 500 kambing yang berkeliaran bebas di seantero bukit pasir itu. Saat mengembara di perbukitan itu bersama ternaknya, dia terkagum-kagum oleh pergerakan pasir yang tiada henti. "Di sini semuanya selalu tampak sama," ujarnya suatu ketika kepadaku. "Tapi, setiap hari, jika diperhatikan dengan saksama, terlihat bahwa pasirnya tidak berada di tempat yang sama. Tuhan menciptakan gunung-gemunung putih ini dan menakdirkan angin bermain dengannya selamanya."