Penyakit tulang yang menimpa Tutankhamun membuatnya lumpuh, tetapi jika hanya itu penyakit yang dideritanya, akibatnya tidak akan fatal. Untuk meneliti lebih jauh kemungkinan penyebab kematiannya, kami menguji jejak genetik berbagai penyakit menular pada muminya. Aku skeptis bahwa para pakar genetika akan mampu menemukan bukti-bukti tersebut—dan aku gembira ketika kecurigaanku terbukti keliru. Berdasarkan keberadaan DNA dari beberapa strain parasit yang dinamakan Plasmodium falsiparum, tampak jelas bahwa Tutankhamun terinfeksi malaria—memang, beberapa kali dia tertulari jenis malaria yang paling parah.
Apakah malaria yang menewaskan sang raja? Mungkin. Penyakit ini dapat memicu respons kekebalan fatal dalam tubuh, menyebabkan kejutan peredaran darah, dan mengakibatkan perdarahan, kejang, koma, dan kematian. Namun, seperti yang dikemukakan sejumlah ilmuwan lain, malaria mungkin umum terjadi di kawasan tersebut pada masa itu, dan Tutankhamun mungkin memperoleh kekebalan parsial untuk penyakit ini. Di sisi lain, mungkin juga penyakit itu melemahkan sistem kekebalan tubuhnya, membuatnya lebih rentan terhadap komplikasi yang mungkin terjadi setelah dialaminya patah tulang yang tak tersembuhkan pada kakinya yang kami evaluasi pada tahun 2005.
Namun, dalam pandanganku, kesehatan Tutankhamun sudah terancam sejak dia berada dalam kandungan. Kedua orang tuanya kakak-beradik seibu dan seayah. Mesir di masa firaun bukanlah satu-satunya masyarakat dalam sejarah yang melembagakan perkawinan sedarah antar-anggota kerajaan, yang dapat memiliki keuntungan politik. (Lihat " Risiko dan Keuntungan Perkawinan Sedarah di Kalangan Bangsawan," halaman 60). Namun, bisa muncul konsekuensi yang berbahaya. Orang yang menikah dengan saudara kandungnya cenderung lebih mungkin mewariskan salinan kembar gen berbahaya, menyebabkan anak mereka rentan terhadap berbagai cacat genetik. Kaki Tutankhamun yang tidak normal mungkin adalah salah satu cacat tersebut. Kami juga menduga dia memiliki bibir sumbing, cacat bawaan lainnya. Mungkin dia berjuang melawan orang lain sampai serangan malaria yang parah atau kaki yang patah dalam kecelakaan memperberat kondisi tubuhnya sehingga tidak mampu lagi menanggung semua derita tersebut.
Mungkin masih ada satu lagi kesaksian memilukan tentang warisan perkawinan sedarah di kalangan keluarga kerajaan ini yang dikubur bersama Tutankhamun di dalam makamnya. Meskipun datanya masih belum lengkap, penelitian kami menunjukkan bahwa salah satu janin yang dimumikan yang ditemukan di situ adalah putri Tutankhamun, dan janin lainnya mungkin anaknya juga. Sejauh ini kami hanya mampu memperoleh sebagian data tentang dua mumi perempuan dari KV21. Salah satu di antaranya, KV21A, mungkin sekali ibu kedua janin itu dan dengan demikian merupakan istri Tutankhamun, Ankhesenamun. Kita tahu dari sejarah bahwa Ankhesenamun adalah anak Akhenaten dan Nefertiti, dan dengan demikian mungkin saudara tiri suaminya. Konsekuensi lain dari perkawinan sedarah adalah bahwa anak yang secara genetik cacat tidak bisa dikandung penuh waktu sampai tiba saatnya untuk dilahirkan. !break!
Jadi, mungkin di sinilah kisah itu berakhir, setidaknya untuk saat ini: dengan raja muda dan ratunya yang berusaha, tetapi gagal, mendapatkan ahli waris yang bertahan hidup untuk mewarisi tahta Mesir. Di antara sekian banyak artefak indah yang dikuburkan bersama Tutankhamun terdapat sebuah kotak kecil yang bidang-bidangnya terbuat dari gading, diukir dengan suatu adegan yang menampilkan pasangan bangsawan itu. Tutankhamun bertopang pada tongkatnya, sementara istrinya menyodorkan seikat bunga kepadanya. Dalam lukisan ini dan lukisan lainnya, mereka tampil begitu damai dan penuh cinta. Kegagalan hubungan cinta untuk menghasilkan keturunan itu bukan saja mengakhiri sebuah keluarga, tetapi juga sebuah dinasti. Kita tahu bahwa setelah kematian Tutankhamun, seorang ratu Mesir, kemungkinan besar Ankhesenamun, memohon kepada raja orang Het, musuh utama Mesir, untuk mengirimkan seorang pangeran untuk menikahinya, karena "suamiku sudah wafat, dan aku tidak punya anak lelaki." Raja Het mengirimkan salah seorang putranya, tapi dia tewas sebelum mencapai Mesir. Aku yakin dia dibunuh oleh Horemheb, komandan pasukan Tutankhamun, yang akhirnya mengambil alih sendiri takhta kerajaan itu. Namun, Horemheb pun wafat tanpa meninggalkan keturunan, meninggalkan takhta dikuasai oleh sesama komandan pasukan.
Nama firaun baru itu Ramses I. Dengannya dimulailah dinasti baru, dinasti yang di bawah kekuasaan cucunya Ramses Agung menyaksikan Mesir bangkit mencapai puncak kekuasaan tinggi suatu kerajaan. Lebih dari orang lain, raja hebat ini berusaha keras menghapus sejarah semua jejak Akhenaten, Tutankhamun, dan "para penganut sesat lainnya" dari zaman Amarna. Dengan penyelidikan yang kami lakukan, kami berusaha menghormati mereka dan menjaga kenangan mereka tetap hidup.