Mimpi Hijau Sang Naga

By , Rabu, 25 Mei 2011 | 13:35 WIB

Di Baotou, kota tetangga, pusat pembuatan baja yang tambangnya juga memasok setengah mineral tanah jarang di bumi (lihat halaman 118), saya mendapati Ding Yaoxian berada di kantor pusat organisasi nirlaba Baotou City Environment Federation, yang bermain bulu tangkis di mezanin. Direktur Ding adalah salah satu orang China paling ceria dan menarik yang pernah saya temui. Selama ini dia membutuhkan seluruh karismanya untuk membangun aso­siasinya menjadi kekuatan yang nyata, yang me­nurut perhitungannya beranggota sejuta warga di wilayah itu. Mereka, yang diberi kartu identitas hijau kecil, menjadi semacam kesatuan polisi sukarela. “Jika anggota asosiasi ini melihat orang membuang sampah sembarangan, dia duduk di ambang pintu pembuang sampah itu,” kata Ding. “Pemerintah tak bisa punya mata di semua tempat. Organisasi relawan bisa memberi tekanan lebih. Bisa menyentil rasa malu orang.”

Namun, kelompok itu paling sering meng­utamakan kampanye yang memperjelas bahwa kepedulian lingkungan di China masih sangat baru. Mereka membagikan sejuta kantong belanja pakai-ulang—tapi juga ratusan ribu gelas kertas lipat kecil, supaya orang berhenti meludah di jalan. Satu kemenangan kecil: Saat menunjukkan ratusan ribu unit kondominium baru, dulu agen real estat biasa memberi sepatu plastik kepada konsumen untuk melapisi sepatu kotor; kini mereka menyediakan kaus kaki kain yang bisa dicuci.

Asosiasi itu telah mencoba memperkenalkan konsep obral rumah, padahal negara itu memiliki stigma soal barang bekas. Anggota asosiasi berupaya keras mengajari orang Mongolia Dalam dengan tersenyum. “Di Barat, orang bahagia dan tersenyum, dan itu membuat orang merasa positif,” kata Ding. Wakilnya, Feng Jingdong, menambahkan, “Gunakan kepribadian Anda agar orang bersenang-senang sendiri, daripada menggunakan sumber daya.” Kami bertiga sedang makan siang di restoran dekat situ, dan setelah selesai, Ding memastikan sisa makanan kami dibungkus. “Ini salah satu kampanye kami. Sebelumnya, orang malu meminta itu.”!break!

Ada satu hal yang benar-benar menandakan bahwa kesadaran lingkungan sudah lama ada di wilayah itu: kampanye penanaman pohon besar-besaran yang dirancang untuk mempertahankan tanah yang rapuh. Truk bak datar yang ber­muatan bibit adalah pemandangan yang paling umum kedua di jalan daerah. Ding memperkirakan dia telah menanam 100.000 pohon dengan tangannya sendiri. “Dulu di sini sangat berdebu, sering dilanda badai pasir,” katanya. “Tetapi tahun lalu 312 hari di antaranya berlangit biru, dan tiap tahun makin banyak.”

Untuk lebih meyakinKAN diri bahwa pertumbuhan China yang meledak ini me­ngandung benih kesadaran lingkungan yang nyata, saya ber­kendara 275 kilometer ke selatan Beijing menuju kota Dezhou. Saat menyusuri jalan raya 104, tiba-tiba saya melihat salah satu gedung paling luar biasa di dunia, Sun-Moon Mansion. Gedung itu mirip pusat konvensi yang dikelilingi cincin Saturnus, jalur-jalur besar panel surya yang memenuhi kebutuhan air panas dan listriknya. Di belakang hotel itu, gedung serupa ditempati oleh kantor pusat Himin Solar Corporation, yang mengklaim telah memasang energi terbarukan lebih banyak daripada perusahaan lain di Bumi.

Produk utama Himin adalah tabung pemanasan surya sederhana yang menutupi atap-atap di Rizhao. Huang Ming, yang mendirikan perusahaan itu, memperkirakan bahwa mereka telah mendirikan lebih dari 14,5 juta meter persegi pemanas air surya. “Itu berarti 60 juta keluarga, mungkin total 250 juta orang—hampir sebanyak penduduk Amerika Serikat,” katanya. Huang, mantan insinyur minyak yang ceria dan bercelana hitam pudar gaya Dockers, menjual sebagian sistem pemanasan surya terbaik di China, tetapi dia pun mengakui bahwa teknologinya cukup sederhana. Menurutnya, kunci kesuksesan perusahaannya adalah membuka pikiran orang melalui kampanye pemasaran yang membangkitkan semangat. “Kami melakukan promosi keliling, penyuluhan, dan presentasi PowerPoint,” ujarnya.

Ruang peraga perusahaannya menangkap beberapa kontradiksi. Panel surya memanaskan air untuk bak mandi dan masing-masing memiliki TV layar datar raksasa di atasnya. Namun, itulah satu-satunya cara menjual gagasan energi terbarukan, Huang bersikeras saat menjelaskan menara apartemen raksasa yang akan dibangunnya di pinggir kota, dengan rak-rak panel surya yang melengkung bak punggung naga. “Begitu banyak pengembang datang ke Solar Valley kami untuk meniru kami, belajar dari kami. Itulah yang saya inginkan.”!break!

Dia senang bahwa sebagian pengunjung itu berasal dari luar negeri. Dezhou menyelenggarakan International Solar Cities World Congress 2010, dan dia menyiapkan rumah pakar-internasional bagi tokoh-tokoh yang berkunjung. “Jika semua warga AS menikmati air panas surya, Obama pasti menang lima Penghargaan Nobel!” katanya. Tetapi, itu perlu waktu lama. Sebagian besar kapasitas AS yang kecil digunakan untuk memanaskan kolam renang.

Bukan sekali ini saja orang China men­contoh keunggulan Amerika kemudian mengembangkannya sendiri. Suntech muncul sebagai salah satu dari dua pembuat panel fotovolta surya terdepan di dunia. Setiap minggu ada karyawan baru. Seorang pemandu muda yang mengantar saya berkeliling kantor pusat perusahaan di Wuxi, dekat Shanghai, berhenti di samping foto panel surya di kamp kaki Gunung Everest dan foto atasannya, Shi Zhengrong, “pahlawan lingkungan” versi majalah Time. “Ini bukan cuma pekerjaan,” katanya dengan mata berlinang. “Saya punya... misi!”

Tentu saja, air mata itu mungkin disebabkan sebagian oleh udara. Wuxi termasuk kota terkotor yang pernah saya kunjungi: Udara sepanas 38 derajat Celsius hampir mustahil digunakan bernapas. Deretan panel surya yang membentuk bagian depan kantor pusat Suntech berposisi miring agar menangkap sinar matahari. Gara-gara udara yang kotor, alat itu hanya beroperasi 50 persen dari potensi yang sesungguhnya dimilikinya.!break!

Pada akhirnya, anekdot hanya memberi informasi terbatas. Di China, data pun biasanya men­curigakan karena pejabat setempat men­dapat insentif besar untuk mengirim laporan yang berbunga-bunga ke Beijing. Tetapi, inilah yang kita ketahui: China sedang tumbuh dengan laju yang belum pernah dialami negara besar, dan pertumbuhan itu membuka peluang-peluang nyata bagi kemajuan lingkungan. Karena membangun begitu banyak gedung dan pembangkit listrik baru, negara itu lebih mudah memanfaatkan teknologi baru daripada negara yang ekonominya lebih dewasa. Misal­nya, sekitar 25 kota kini membangun atau memperluas jalur kereta bawah tanah, dan jalur rel kecepatan tinggi menyebar ke segala arah. Semua pertumbuhan itu memerlukan banyak baja dan semen yang melepaskan karbon.

Namun, upaya pelestarian lingkungan ini terkalahkan oleh skala pertumbuhan berbahan bakar batu bara yang tinggi. Jadi, sementara ini, emisi karbon China akan terus membubung. Saya berbicara dengan puluhan pakar energi, dan tak satu pun meramalkan emisi akan mencapai puncak sebelum 2030. Apakah ada hal yang dapat mempercepat datangnya 2030 itu secara drastis? Saya menanyai seorang pakar yang memimpin program energi bersih. “Semua orang mencari jalannya, tapi belum ada yang melihatnya,” katanya.

Bahkan, mencapai puncak 2030 pun mungkin tergantung sebagian pada kecepatan adopsi teknologi yang menyingkirkan karbon dioksida dari pembangkit listrik tenaga batu bara. Ketika saya bertanya kepada seorang ilmuwan yang ditugasi mengembangkan teknologi seperti itu, dia berkata bahwa sebelum 2030 China mungkin menguburkan dua persen karbon dioksida yang dihasilkan pembangkit listriknya. Ini berarti, menimbang ramalan para ilmuwan sekarang tentang kerangka waktu perubahan iklim, kesadaran lingkungan di China mungkin akan terlambat untuk mencegah pemanasan yang lebih drastis, serta pelelehan gletser Himalaya, kenaikan permukaan air laut, dan kengerian lain yang telah lama ditakuti ahli cuaca China.Gambarannya suram. Untuk mengubah secara nyata diperlukan perubahan di luar China—yang terpenting, semacam ke­sepakatan internasional yang mengubah ekonomi karbon.

Saat ini China melakukan perlindungan lingkungan yang cocok dengan ekonominya. “Buat apa mereka membuang energi?” tanya Deborah Seligsohn dari World Resources Institute. Ia menambahkan bahwa jika AS mau berubah secara fundamental—berkomitmen melakukan reduksi besar—China akan melihat ke luar kepentingan dalam negerinya dan mungkin melangkah lebih jauh. Mungkin China akan menyambut perubahan yang lebih mahal dan cepat. Sementara ini, pertumbuhan China akan terus melesat maju, nyala api memercikkan warna hijau, tetapi berkobar dengan panas amat besar. “Mengubah pikiran orang itu tugas besar,” kata Huang Ming kala kami duduk di gedung Sun-Moon Mansion. “Kita perlu waktu, kita perlu bersabar.

Tapi situasinya tak mau memberi kita waktu.” Di lantai bawah, dia telah membangun museum patung-patung torso dan lukisan tokoh dunia favoritnya: Voltaire, Brutus, Molière, Michelangelo, Gandhi, Pericles, Sartre. Jika dia—atau orang lain—entah bagaimana dapat membantu hijau mengalahkan hitam dalam lomba akbar China ini, dia layak diberi tempat agung hampir di jajaran depan tokoh-tokoh itu.