Ikram Gading

By , Rabu, 26 September 2012 | 16:51 WIB

“Tidak pernah,” sahutnya.!break!

Pada sudut salah satu jalan penjualan gading paling populer di Cina, papan iklan elektronik empat lantai menayangkan video mengenai pe­luang investasi baru paling menggiurkan: Pen­­jualan perhiasan Buddha dan sejumlah pro­duk terkait agama yang mencapai Rp158 triliun per tahun dan tumbuh 50 persen setiap tahun.” Ada hampir 200 juta umat Buddha di Cina,” kata iklan itu. Tak jauh dari situ, galeri lain menawarkan pengukiran gading Buddha—beberapa memiliki izin, yang lain ilegal.

Pemerintah Cina mengeluarkan lisensi se­tidaknya kepada 35 pabrik pengukiran gading dan 130 gerai eceran serta mensponsori pelajaran mengukir gading di sekolah seperti University of Technology, Beijing. Seperti di Filipina, pengukir Cina seperti Guru Li melatih kerabat mereka—berinvestasi pada keluarga.

Uji coba Jepang

Pada 1989, sepuluh tahun setelah sedikitnya satu ekor gajah mati setiap sepuluh menit, Presiden George H.W. Bush secara sepihak me­larang impor gading, Kenya membakar 12 ton persediaan gadingnya, dan CITES meng­umumkan pelarangan perdagangan gading global, yang dimulai pada 1990. Tidak semua negara menyetujui larangan tersebut. Zimbabwe, Botswana, Namibia, Zambia, dan Malawi memilih status “reservasi,” yang mem­bebaskan mereka dari pelarangan itu dengan alasan populasi gajah mereka cukup banyak untuk mendukung perdagangan.

Pada 1997, CITES mengadakan pertemuan besar di Harare, Zimbabwe. Presiden Robert Mugabe pun menyatakan bahwa gajah menyita banyak tempat dan minum banyak air. Satwa ini harus membayar untuk tempat yang mereka guna­kan itu dengan gading mereka. Zimbabwe, Botswana, dan Namibia memberikan penawaran kepada CITES: Mereka akan menghormati pe­larangan gading jika diizinkan menjual gading gajah dari yang dipilih dengan cermat atau yang tewas secara wajar.

CITES setuju untuk berkompromi, meng­izin­kan hanya satu kali “penjualan uji coba” oleh ketiga negara itu kepada pembeli tunggal, Jepang. Pada 1999, Jepang membeli 50 ton gading senilai sekitar 50 miliar rupiah. Hampir seketika itu juga Jepang mengatakan ingin mem­beli lebih banyak lagi dan, tak lama kemudian, Cina juga mengajukan tawaran untuk membeli gading sah tersebut.

Sebelum mengizinkan penjualan gading lainnya, CITES ingin melihat hasil uji coba Jepang itu: Apakah penjualan itu meningkatkan angka kejahatan? Khususnya, apakah perburuan liar gajah atau penyelundupan gading me­ningkat? Untuk menemukan jawabannya, orga­nisasi itu meluncurkan program untuk meng­hitung gajah yang dibunuh secara ilegal dan program lain untuk mengetahui jumlah penyelundupan gading.

Cukup mudah membunuh gajah (akhir-akhir ini, para pemburu di Kenya dan Tanzania menggunakan semangka beracun), tetapi cukup sulit menemukan bangkai satwa itu. CITES juga membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk men­jalankan program perhitungannya. Para pejabat CITES menolak untuk mengeluarkan perkiraan resmi mengenai berapa banyak gajah yang dibunuh setiap tahun karena khawatir bahwa setiap angka, yang berasal dari perkiraan populasi pada 2007 dan data perburuan 2012 yang terbatas, akan “tertanam sebagai kenyataan yang dipercayai dalam masyarakat.”

Tetapi, menurut Kenneth Burnham, ahli statistik resmi untuk program CITES yang me­mantau pembunuhan gajah ilegal, “sangat besar kemungkinannya” para pemburu liar itu menewaskan sedikitnya 25.000 ekor gajah Afrika pada 2011.!break!

Sementara itu, tahun lalu diperkirakan 31,5 ton gading ilegal disita secara global. Dengan menggunakan aturan umum Interpol yang me­ngatakan bahwa selundupan yang disita setara dengan 10 persen jumlah penyelundupan yang sebenarnya dan dengan asumsi bahwa seekor gajah memiliki gading seberat 10 kilogram, berat 31,5 ton gading itu setara dengan 31.500 ekor gajah yang mati. “Intinya adalah,” kata Iain Douglas-Hamilton dari organisasi Save the Elephants, “puluhan ribu ekor gajah dibunuh tahun lalu. Dan angka itu terus meningkat secara drastis.”

Mengukur perdagangan gading ilegal ternyata cukup sulit. Penyelundup tidak membuat lapor­an penjualan. Penyitaan gading yang lebih besar dalam satu tahun mungkin berarti bahwa pe­nyelundupan meningkat atau penegak hukum bekerja lebih keras, atau keduanya.