Ikram Gading

By , Rabu, 26 September 2012 | 16:51 WIB

Penyitaan yang lebih sedikit mungkin menyiratkan apa yang kita harapkan, tetapi hal itu pun dapat ber­arti bahwa penegak hukum menerima suap. Para penyelundup besar memiliki konek­si di departemen kehidupan liar setempat, kantor pabean, dan perusahaan ekspedisi yang memungkinkan mereka memindahkan pe­ngiriman multiton dari satu negara ke negara lain.

Yang paling parah, sistem berbasis penyitaan menghargai negara atas prestasinya menyita gading, padahal sesungguhnya yang perlu dilakukan adalah menindaklanjuti rantai permintaan gading selundupan hingga ke puncaknya, dan inilah sebabnya mengapa penyelidik yang cakap memandang penyitaan sebagai cara penegakan hukum yang buruk.

Untuk mengaudit penyitaan gading, CITES menghubungi Traffic, sebuah LSM yang me­mantau perdagangan satwa global. Tetapi, Traffic bukan auditor independen. LSM ini adalah anak perusahaan World  Wildlife Fund (WWF) dan International Union for Conservatorium of Nature (IUCN) yang, seperti banyak LSM, memiliki proyek penelitian dan kantor di negara perdagangan gading sehingga memperumit kemampuan Traffic untuk mem­­berikan penilaian yang independen.

Traffic menerapkan program pemantauan pe­nangkapan penyelundupan gadingnya yang baru, Elephant Trade Information System (ETIS), di negara pro-perdagangan-gading terkemuka di Afrika, Zimbabwe.Sejak awal, Traffic sesumbar bahwa basis data ETIS-nya berhasil melacak pelarangan gading hingga mundur ke tahun 1989. Padahal, semua negara tidak pernah diminta melaporkan penyitaan gading ke ETIS sebelum 1998. Selama satu dasawarsa, datanya didapatkan dari survei acak Traffic dan memiliki data yang minim tentang penyitaan di beberapa negara utama.

Banyak pemerintah yang enggan melaporkan penyitaan yang mereka lakukan sehingga ketika tiba saatnya untuk menilai uji coba Jepang, basis data Traffic dipenuhi kasus dari AS dan Uni Eropa (lebih dari 60 persen) dan tidak memiliki banyak kasus dari tempat yang terpenting: Asia (kurang dari 10 persen). ETIS tidak memiliki dasar yang baik untuk menilai pengaruh penjualan gading ke Jepang.!break!

CITES mungkin mengambil pendekatan holistik atas eksperimen Jepang: menggabung­kan laporan sejumlah LSM internasional, yang mengirimkan penelitinya dengan melakukan penyamaran untuk menemukan peningkatan perdagangan gading ilegal setelah penjualan Jepang, dengan data dari Traffic, padahal sta­tis­tik ETIS tidak menunjukkan korelasi yang pasti antara penjualan Jepang dan pe­nangkapan penyelundupan.

Traffic mungkin mengakui keterbatasan ETIS—yang data utama penyitaannya dikendalikan oleh negara-negara yang sedang dievaluasi. Karena CITES juga sulit menghitung jumlah perburuan liar gajah, organisasi itu seakan-akan menyatakan hasil uji coba Jepang belum dapat disimpulkan atau bahkan gagal.

Cina menganggapnya sebagai kegagalan. Dalam sebuah laporan pada 2002, Cina mem­peringatkan CITES bahwa alasan utama per­tumbuhan permasalahan penyelundupan gading di Cina adalah uji coba Jepang: “Banyak orang Cina salah memahami keputusan itu dan mengira bahwa perdagangan internasional gading telah dibuka kembali.” Konsumen Cina mengira pembelian gading telah diizinkan lagi.

CITES mengabaikan peringatan Cina dan sepenuhnya memercayai statistik ETIS. “Data yang kami dapatkan dari ETIS menunjukkan tidak ada korelasi antara keputusan yang dibuat di CITES dan perdagangan ilegal,” kata Willem Wijnstekers, sekretaris jenderal CITES pada saat itu. Tom Milliken, direktur ETIS, juga menyiratkan bahwa penjualan Jepang berlangsung dengan baik: “Sungguh meng­gembirakan bahwa perdagangan gelap gading semakin menurun selama lima tahun berikut­nya.” Tetapi, Milliken tidak tahu apa yang terjadi dalam perdagangan gelap; yang diketahuinya hanyalah statistik penyitaan.

Namun, keputusan telah dibuat, dan masa depan gajah Afrika selamanya suram ketika CITES, akibat kurangnya data untuk mengevaluasi dampak perdagangan gadingnya yang pertama, mengesahkan penjualan kedua.

Pada 2004, Cina telah melupakan kekhawa­tirannya dan  mengajukan petisi kepada CITES untuk membeli gading. Pada Maret 2005, CITES mengirim tiga orang termasuk Milliken ke Cina selama lima hari, untuk mengevaluasi sistem pengendalian gading di negara itu. Tim itu kembali dengan “sangat puas” dan meramalkan bahwa sistem Cina dapat “memberantas atau, setidaknya secara signifikan mengurangi per­dagangan gelap.”

Tetapi, mereka pun mengamati, bahwa dua laporan ETIS berikutnya mendapati bahwa Cina adalah satu-satunya alasan terbesar mengapa perdagangan gading ilegal terus me­ningkat. Karena itu, sekretariat CITES menolak permintaan Cina untuk membeli gading.!break!