Imaji Muka Bumi

By , Selasa, 24 September 2013 | 14:03 WIB

Untuk mencapai Air Terjun Bridalveil di Lembah Yosemite, fotografer Carleton Watkins harus membawa banyak per­bekalan. Saat itu tahun 1861, demam emas California baru saja usai, dan Watkins yang berusia 31 tahun menaklukkan Sierra Nevada seperti seorang pemburu emas sejati.

Konvoi bagalnya sarat dengan pelat foto dari kaca yang berat dan botol zat kimia. Setelah menempuh jarak 80 kilometer, Watkins menurunkan bawaannya di sebidang tanah dengan pemandangan air terjun yang menakjubkan. Dia memasang kamera di tripod dan menunggu cahaya bagus.Seratus lima puluh tahun kemudian, tibalah giliran Abelardo Morell.

“Perjalanan saya ke sana tidak sesulit itu,” kata pria 65 tahun itu. Di Taman Nasional Yosemite, Morell yang terlahir di Kuba membanting setir kendaraannya dari jalan beraspal, kemudian menempuh perjalanan singkat ke tepi Sungai Merced.

Di dekat tempat Watkins dulu berdiri, dia memasang tenda kubah dengan periskop di atasnya. Morell me­nempatkan kamera digitalnya di dalam tenda dan menunggu cahaya yang bagus.

Walaupun terpisah oleh abad dan teknologi, Watkins dan Morell memiliki tujuan yang sama: membuat foto yang akan memperlihatkan ke­megahan dan keagungan lanskap bagian barat Amerika—Sistem Taman Nasional.

Watkins dan sesama pelopor fotografi alam—Timothy O’Sullivan, Eadweard Muybridge, William Henry Jackson—memanfaatkan inovasi baru fotografi. Sebelumnya, fotografer umumnya terbatas di studio, dengan menggunakan pelat tembaga kecil yang sensitif untuk membuat potret. Teknologi pelat kaca, dengan exposure yang lebih singkat dan peralatan yang lebih kuat, membuat para fotografer dapat bebas bekerja di luar ruangan.

Dibandingkan dengan para pelopor abad ke-19 tersebut, Morell terlihat sangat kuno: dia memanfaatkan salah satu mekanisme peng­ambilan gambar terawal yang diketahui—camera obscura. Sejak 1990-an, Morell telah mengikuti prinsip optis yang paling dasar: memfokuskan cahaya melalui lubang kecil ke permukaan gelap.

Pada awalnya, dia menggunakan kamar sebagai bidang pantulnya, memproyeksikan gambar jalan, gedung pencakar langit, jembatan, dan ladang di luar kamar ke dinding dan lantai gelap, dan mengabadikan penampakan ganda yang ganjil itu dengan kameranya. Kini Morell pun ke luar ruangan, menggunakan tanah yang kasar dan alami sebagai layarnya.

Tujuannya hanya dua—menghormati para foto­grafer pionir dan menantang orang zaman sekarang untuk melihat pemandangan ala kartu pos dengan cara yang baru. Morell memasang camera obscura-nya di berbagai taman nasional di Barat.

Maka, pemandangan Air Terjun Bridalveil yang sudah akrab di mata khalayak Amerika kini ditampilkan dalam gambar Morell sebagai panorama khayali yang dilukis di atas kanvas serasah daun pinus dan rerumputan.

Dalam pembuatan gambar yang indah dan menggugah ini, Morell tidak dapat menyamai hasil dramatis para pendahulunya, yang foto-fotonya telah mendorong pembentukan taman nasional pertama di Amerika. Prestasi Morell ini lebih subtil, tetapi tetap mengandung inspirasi. Dia me­nyajikan sekelumit keajaiban alam kita yang paling berharga dengan cara yang tidak terduga, keindahan surgawi di muka bumi.

—Tom O’Neill adalah penulis senior untuk majalah ini. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai Abelardo Morell, kunjungi houkgallery.com.