Kenangan Tsunami

By , Senin, 29 Februari 2016 | 12:00 WIB

Salah satu tempat yang paling terpukul adalah Otsuchi, komunitas nelayan kecil di tepi timur laut Honshu, pulau terbesar di Jepang.

Alejandro Chaskielberg datang ke Otsuchi pada Oktober 2012. Fotografer Argentina ini mendengar kabar soal kota tersebut dari temannya yang memiliki kerabat di sana, dan dia berharap dapat mendokumentasikan malapetaka itu. Ini termasuk “bukit-bukit puing” yang bertaburan bendera, sebagai tanda lokasi penemuan mayat.

“Saya memutuskan untuk membuat foto hitam putih,” katanya, “karena menurut saya, Ini sangat menyedihkan. Selain bendera, tidak ada warna lain di sana.” Namun, ketika dia menemukan album foto keluarga yang terendam air di jalan, dia kaget mendapati warna fotonya menyebar dan bercampur. Warna-warni pekat itu, pikirnya, adalah warna yang diciptakan oleh tsunami.

Terilhami kepekatan warna itu, Chaskielberg mulai mengubah tragedi itu menjadi tablo. Dia meminta warga berpose pada malam hari, tanpa gerak dan suara, di reruntuhan bekas rumah atau kantor mereka. Proyeknya akhirnya menjadi bagian dari proses membangun kembali kota itu.

Chaskielberg menerangi subjek fotonya dengan cahaya bulan, lampu jalan, dan senter, lalu menggunakan long exposure untuk membuat foto hitam putih. Kemudian, setelah memindai klisenya, dia mewarnai gambar itu dalam kamar gelap digitalnya agar mirip dengan warna dalam album foto temuannya.

Hasilnya, katanya, terasa syahdu dan menyentuh—upaya meditatif “untuk memulihkan kenangan dan menjembatani masa lalu dan masa kini. Foto keluarga merupakan bagian dari ingatan kita, bagian dari identitas kita. Masyarakat ini kehilangan semuanya saat tsunami terjadi. Jadi ini adalah cara untuk membantu mereka menciptakan kenangan baru.”

Pendekatan ini, tambahnya, bermanfaat dan mudah diterapkan di mana saja. “Saya ingin menunjukkan cara memanfaatkan fotografi untuk membangun kembali kehidupan kita,” katanya. “Bukan hanya pada malapetaka ini, tetapi setiap kali malapetaka seperti ini terjadi.”