Kecantikan si Buruk Rupa

By , Minggu, 17 Juli 2016 | 12:00 WIB

Manusia memiliki ketakutan purba terhadap reptilia, amfibi, dan araknida. Seiring evolusi manusia, kita belajar untuk menghindari hewan-hewan tersebut. Itu berarti kebanyakan manusia tidak pernah menyaksikan dan menghargai keindahannya. Padahal beberapa spesies ini membutuhkan pertolongan kita. Dengan menggunakan abstraksi untuk menghilangkan rasa takut dan prasangka, saya berusaha membuat orang melihat kecantikan si buruk rupa.

Saya mulai dengan mengambil foto satwa, lalu saya pecahkan susunannya menjadi unsur paling dasar: warna, garis, pola, tekstur. Fitur terpisah tersebut merupakan unsur penyusun gambar baru, yang saya utak-atik dalam Photoshop—mencerminkan bagian yang dipotong, memotong sebagian hasil pencerminan, dan seterusnya. Hasilnya adalah sepasang potret: satu abstrak, satu sebenarnya.

Saya membuat seri ini secara kebetulan. Awalnya, saya ingin membuat logo kop surat bagi bisnis fotografi saya, dan karena saya menyukai reptil, saya memotret seekor iguana. Menurut saya salah satu matanya sangat menarik untuk ditampilkan sendiri, tetapi ukurannya tidak cocok untuk kop surat. Jadi saya mencoba melakukan pencerminan vertikal terhadap gambar itu. Gambar yang dihasilkan indah sekaligus surealistis.

Saat pameran, saya gemar menampilkan gambar abstrak terlebih dahulu. Pada awalnya ketika orang melihat gambar tersebut, saya kira mereka merasakan ketegangan antara kecantikan gambar itu dan ketakutan mereka terhadap subjek gambar. Kalau upaya saya berhasil, ketakutan mereka berubah menjadi rasa takjub. Pada titik ini saya berharap mereka dapat menikmati kecantikan gambar abstrak maupun gambar sebenarnya. Menurut saya itulah nilai karya yang saya hasilkan: membuat orang menerima dan menghargai satwa-satwa tersebut, yang saya harap bisa menjadi langkah pertama menuju perlindungannya.

Seabad lalu seniman kubisme mereduksi bentuk alami menjadi padanan geometris dan mengakibatkan perubahan persepsi. Saya berharap bahwa pekerjaan saya dapat dipahami pada beberapa tingkat: sebagai gambar indah untuk dinikmati, sebagai teka-teki yang harus dipahami, dan sebagai sarana berempati pada spesies yang perlu diselamatkan.