Sains vs. Nyamuk

By , Rabu, 27 Juli 2016 | 14:00 WIB

Kita melumat nyamuk dengan tangan kita yang besar. Kita memborbardir mereka dengan racun yang disemprotkan dari truk dan pesawat udara. Kita meradiasi mereka, mengeringkan habitat mereka, membiakkan mereka melalui percobaan di laboratorium untuk mengacaukan DNA mereka. Kita sudah mengetahui selama lebih dari satu abad bahwa gigitan nyamuk dapat menyebabkan penyakit berbahaya: Zika adalah virus yang menerima perhatian paling besar sekarang, tetapi malaria saja sudah menewaskan lebih dari 400.000 orang per tahun, dan puluhan ribu orang meninggal karena demam kuning dan demam berdarah yang dibawa-nyamuk. Sampai sekarang, serangga berukuran lebih kecil daripada kuku jempol seorang anak ini tetap merupakan makhluk selain manusia yang paling berbahaya di Bumi.

Dan kita masih terus berusaha memikirkan cara menaklukkan mereka. Ada sebaris kalimat sering kita dengar dari para entomologis dan pakar nyamuk, terutama di saat kita dibuat panik oleh Zika: “Kita tidak punya peluru perak.”  Maksudnya tidak ada cara mujarab membasmi nyamuk; seperti peluru perak yang mampu membinasakan manusia serigala.

Nyamuk—setidaknya sebagian dari mereka—adalah  vampir. Dari 3.500 spesies yang telah berhasil diidentifikasi oleh para peneliti sejauh ini, hanya ratusan saja yang mengisap darah manusia, termasuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus pembawa-Zika. Beberapa spesies lainnya, terutama Ae. aegypti, ternyata merupakan penyerang yang sulit ditaklukkan.

Mari kita mulai dengan memerhatikan fisiknya. Nyamuk terbang menghampiri kita karena mengendus keringat, napas, dan suhu tubuh kita yang menandakan bahwa di dekatnya ada darah. Alat makannya berupa belalai terdiri atas beberapa bagian, yakni sekumpulan jarum yang mampu menusuk kulit guna mengisap darah sekaligus menyuntikkan air liur bercampur antikoagulan. Nyamuk dapat menusukkan jarum itu ke dalam kulit kita dengan begitu halus sehingga kita sama sekali tidak sadar apa yang tengah terjadi sampai darah kita terisap menjadi santapannya. Nyamuk sanggup mengisap darah kita sampai berat badannya bertambah lebih dari dua kali lipat.

Nyamuk jantan makan tanaman. Nyamuk betinalah yang suka menggigit, dia juga suka makan tanaman, tetapi semua nutrien darah yang diisapnya diperuntukkan bagi telurnya. Pemberian makan dan proses bertelur berlangsung singkat, dan sarat tujuan. Satu kali kawin saja sudah mencukupi kebutuhan Ae. aegypti; dia menyimpan sperma di dalam tubuhnya, menyuburkan beberapa batch telur, hingga ratusan butir setiap kali bertelur. Lima atau enam kali bertelur sudah lazim untuk Ae. aegypti. Kemungkinan multiplikasinya sangat mencengangkan.

Selang untuk Makan. Belalai nyamuk terdiri atas enam jarum yang terikat erat, disebut fasil, dikelilingi selubung yang disebut labiumâ€"yang tidak menembus kulit. (Jason Treat dan Ryan Williams, Staf NGM; Gambar: Thomas Porostocky; Sumber: Alexandra Westrich, Field Museum (National Geographic Magazine)

Tanyakan pada ahli biologi, apa keuntungan bagi spesies nyamuk ini dengan menyebarkan penyakit, maka mereka mungkin menjawab bahwa pertanyaan kita itu keliru. Adalah patogen, organisme penyebab penyakit, yang selama ribuan tahun “belajar” melalui evolusi bahwa beberapa jenis  nyamuk adalah sarana transportasi dan jasa pengiriman yang sangat unggul. Memang prosesnya tidak sederhana bagi patogen: Mereka harus bertahan hidup saat tersedot ke dalam usus nyamuk, terkena enzim pencernaan, dan kemudian didorong melalui membran ke dalam kelenjar ludah nyamuk sampai akhirnya disuntikkan ke dalam inang berdarah hangat. Sebaliknya, si penyuntik hanya mengabadikan keberlangsungan hidup keluarganya semata. “Ini seperti pertemuan langka evolusi yang memungkinkan hal ini terjadi,” kata Karl Malamud-Roam, ilmuwan peneliti nyamuk yang membantu langsung program pengelolaan hama yang berbasis di Rutgers University. “Memang sulit menjadi kuman atau nyamuk yang sukses.”

Tampaknya cukup layak jika kita memuji pertemuan luar biasa ini dan kreativitas si vampir terbang. Coba bayangkan strategi reproduksi Aedes aegypti, yang berkat Zika telah menjadi topik sejumlah simposium dan rencana penyerangan di tingkat internasional. Nyamuk Ae. aegypti bertelur di sembarang perairan yang cenderung di-buat manusia dalam kehidupannya sehari-hari: Seperti wadah makanan hewan peliharaan, atau tutup botol yang terbalik, ban bekas, tutup tangki yang retak. Nyamuk betina menyebarkan setiap batch telur ke berbagai tempat itu, sehingga lebih sulit bagi alam atau manusia untuk memusnahkan semua telur sekaligus. Dia dapat menemukan tempat bertelur, tempat yang belum basah, tetapi akan menjadi basah, saat cuaca berubah. Dia menggigit sepanjang hari; kelambu (yang telah membantu mengurangi angka kematian akibat malaria di seluruh dunia karena Ano-pheles pembawa-malaria cenderung menggigit di malam hari) tidak cukup efektif terhadap Zika dan Aedes pembawa-penyakit lainnya.

Dan saat kita menampar Ae. aegypti yang mengigit, dia cenderung melesat pergi, menyelamatkan diri, lalu kembali untuk menggigit kita. “Jadi, dia akan memastikan kita mendapatkan dosis ganda,” kata Grayson Brown, pakar entimologi University of Kentucky, yang bulan Maret silam pergi ke Brasilia, daerah yang menjadi korban keganasan Zika, untuk membantu memimpin pertemuan puncak yang membahas Aedes aegypti.

“Krisis di Benua Amerika” adalah slogan KTT itu, dan Brown menceritakan bahwa diskusi mencakup lebih banyak krisis daripada kemung-kinan penyebaran Zika yang semakin meluas itu. Demam kuning tetap sangat mengkhawatirkan, seperti halnya demam berdarah, chikungunya, dan Mayaro, yakni virus monyet yang disebarkan nyamuk, yang menginfeksi manusia di barat laut Brasilia. Strategi pertahanan yang sedang dipertimbangkan mulai dari yang sederhana hingga yang secara ilmiah ambisius: kampanye pembersihan tempat nyamuk berkembang biak, desain perangkap eksperimental, sinyal akustik pembunuh larva, rencana untuk mencegah nyamuk berkembang biak dengan menginfeksi mereka melalui bakteri atau mengubah susunan genetik mereka. Sebuah presentasi mengemukakan teknik “autosid” yang memanfaatkan cara Ae. aegypti menyebarkan setiap batch telurnya ke beberapa tempat: tempat pertama dilapisi racun larva yang menempel ke badan nyamuk saat dia mendarat. Kemudian, di tempat berikutnya, nyamuk itu meracuni anak-anaknya sendiri.

Namun, tanpa peluru perak. “Tidak akan ada peluru perak,” kata Brown. “Memang upaya ini tidak mudah. Namun, harus dilakukan, dari tahun-ke-tahun—untuk selamanya.”