Kenangan Cinta dan Damai di Woodstock 1999

By , Kamis, 24 Maret 2016 | 19:03 WIB

Tiga hari untuk perdamaian dan musik. Begitu cita-cita yang dilambungkan dalam festival musik yang digelar di lahan peternakan milik Max Yasgur di Bethel, New York, pada 15-18 Agustus 1969. Setengah juta orang pada saat itu hadir untuk menyaksikannya.

Pada 1994, Woodstock dihidupkan kembali oleh Michael Lang, salah satu penggagas yang menggerakkan Woodstock 25 tahun sebelumnya. Lalu pada 1999, Lang kembali menjadi inisiator. Cita-cita yang dipanjatkan pada Woodstock pertama, semacam olimpiade musik penuh damai dan cinta, tetap diusung. Namun lebih dari itu, Woodstock kemudian menjadi ajang yang diimpikan pencinta musik untuk bisa menyatakan, “Saya hadir!”

Pada 1999, Woodstock digelar di landasan beton pangkalan udara bernama Griffiss Airforce Base di Kota Rome, New York. Jaraknya lima jam perjalanan bermobil dari Manhattan.

Para penikmat keramaian dan musik datang untuk “berziarah” dengan membawa ransel tebal berisi selimut dan tenda. Mereka berasal dari berbagai negara. Secara total, tak kurang dari 200.000 orang tumpah ruah ke pangkalan udara itu.

Di area seluas 5.000 hektare alias 480 kali lapangan sepak bola itu, suhu udara antara 41-43 derajat Celcius sangatlah menyiksa. Jadi selama tiga hari pada 23-25 Juli, terdapat aturan-aturan dasar yang harus dipatuhi penonton agar tak tumbang.

Penonton harus banyak minum agar tidak terkena dehidrasi. Meski sedang musim panas, kalau malam angin kencang sekali dan terkadang mendadak hujan. Pakaian harus selalu kering. Payung dan topi sangat berguna.

Lebih dari 45 grup musik atau penyanyi tampil di tiga panggung. Dua panggung diperuntukkan bagi nama-nama besar seperti James Brown, Metallica, Alanis Morissette, Limp Bizkit, dan The Dave Matthews Band. Satu panggung lagi dikhususkan untuk artis yang baru mulai terkenal.

Penonton tak harus sepanjang waktu menikmati musik. Penonton wanita banyak yang lebih asyik mengoleskan krim antisinar Matahari. Sementara itu, penonton pria, meski sudah diingatkan dan diimbau panitia, tetap saja banyak yang mengawang-awang menikmati ganja atau mariyuana. Jiwa-jiwa yang ingin mencari kebebasan dan keindahan berkerumun.

--------

FIRDAUS FADLIL fotojurnalis kawakan di panggung musik internasional, telah dua kali meliput Woodstock, pada 1994 dan 1999. Firdaus mempelajari fotografi secara otodidak dan mulai berkarya sebagai fotografer majalah Hai sejak 1989 hingga saat ini.