Swan Valley

By , Selasa, 24 Mei 2016 | 20:00 WIB

Di sini, di House of Honey saya memecahkan mitos yang sudah lama saya cari jawabannya. Siang itu, saya mengunjungi wilayah Swan Valley, daerah pertanian dan penghasil makanan. Salah satu tempat yang saya kunjungi adalah House of Honey. Atria Muchtar, warga Indonesia yang sudah tinggal sebelas tahun di Australia, menyambut kami dengan ramah. Atria mempersilakan kami untuk merapat ke bagian Honey Tasting. Di sini, saya bisa mencicipi beragam jenis madu dengan sesuka hati. 

Saya terbiasa meminum madu. Ada pantangan minum madu memakai sendok dari logam, lebih menggunakan sendok dari kayu atau plastik, begitu mitos yang saya dengar. Mitos itu saya tanyakan langsung kepada Atria. “Memang ada kepercayaan terutama di Asia, jangan minum madu dari sendok logam, tapi  yang saya tahu berdasarkan hasil lab, madu tidak rusak meski mengenai sendok logam,” Atria menjelaskan. “Namun jangan campur madu di air panas lebih dari 60 derajat Celcius.”

Atria lalu mengantar kami menuju sebuah rumah yang menjadi tempat pemrosesan madu. Di sini ada Chris Waldie yang menjelaskan alur proses madu sejak di panen sampai madu dikemas dalam stoples. Chris menunjukkan kotak sarang lebah yang di dalamnya terdapat delapan lembar papan—menjadi rumah lebah. “Setiap hive atau kotak lebah ini bisa menghasilkan 25 kilogram madu” terang Chris. Sarang lebah ditempatkan di suatu area berdasarkan musim bunga yang berlangsung. Lebah terbang dan mengumpulkan sari bunga dalam radius tiga kilometer. “Dari radius itu kita bisa tahu bunga apa yang dikumpulkan lebah menjadi berbagai jenis madu” Chris menerangkan bagaimana peternak lebah bisa mendapatkan madu dari beraneka bunga berdasarkan radius terbang lebah. Di dalam ruangan proses terdapat mesin penyaring yang memproses sarang lebah menjadi madu. Chris meminta saya untuk menyentuh salah satu tong yang berisi ratusan liter madu. “Hangat.” Saya pun puas dapat melihat bagaimana madu terbaik itu diproses. 

--------

ADITYA HERU WARDHANA Jurnalis televisi yang pernah meraih penghargaan bergengsi Muchtar Lubis Award tahun 2011.  Dia menamatkan pascasarjana di Ateneo de Manila University dan menyukai topik di bidang lingkungan, sosial, budaya, dan teknologi.