Kolombia Dalam Secangkir Kopi

By , Rabu, 27 Juli 2016 | 19:00 WIB

Sesuatu tengah diseduh di Minca, sebuah kota kecil di Kolombia. Aroma meruap ialah perpaduan karamel, kulit pohon, arang, dan cokelat. Asalnya? Biji kopi, langsung dari pemanggang di halaman belakang. Aroma terbakarnya menembus kabut tropis nan lembap.

Di sini, di utara Kolombia, kawasan Sierra Nevada de Santa Marta gagah menjulang tepat di pesisir Karibia. Pantai yang dipadati deretan pohon palem di Taman Nasional Tayrona, situs arkeologi kuno Ciudad Perdida, serta firdaus para kukila di jenggala sekitar Minca.

Minca dan Sierra Nevada mulai memikat perhatian para turis penggila kopi. Juan Pablo Campos, manajer umum kelompok perdagangan Lohas Beans, menyebutnya “kawasan produsen kopi organik terpenting di Kolombia.”

Meskipun kopi bukan hasil bumi asli Kolombia, tanaman ini telah menghiasi negeri curam bernaung ancala ini selama berabad-abad. Curah hujan, ketinggian, serta suhunya ideal untuk menumbuhkan biji kopi Arabica berukuran sedang nan empuk. Kolombia telah mengekspor kopi sejak 1800-an. Pada 2015 saja, negeri ini telah mengirimkan 840.000 ton biji kopi ke sepenjuru dunia. Diwakili oleh duta fiksi Juan Valdez bersama keledai kecilnya, Conchita, “Café de Colombia” menjadi nama kondang di seantero planet ini.

“Segitiga kopi” Kolombia nan populer di barat daya praja ini kini menyediakan jalur favorit turis terbentang di antara pesanggrahan mewah serta tur perkebunan berstandar, namun Sierra Nevada tetap menawarkan perjalanan autentik ke masa lalu – serta sekelumit rasa masa depan kopi Kolombia. Di dataran tinggi nan terpencil, suku pribumi Kogi dan Arhuaco memimpin kancah produksi kopi organik dengan mengembangkan jaringan pertanian berkelanjutan yang mengawinkan keyakinan spiritual tradisional dengan ilmu pertanian modern. Pertanian tersebut merangkul teknik dan perangkat turun-temurun demi memproduksi campuran organik yang menjadi incaran masyarakat, dengan banyak jenis biji kopi yang meraih “tiga sertifikasi”, yakni sertifikasi organik, perdagangan  adil, serta ramah hutan hujan. Gerbang menuju kawasan ini adalah kota di tepi laut Karibia yang bermandikan sinar mentari, Santa Marta, tempat kopi tinto (dari bahasa Spanyol yang berarti tinta) pahit diberi sesendok gula. Para maniak kopi akan melewatkan tinto, juga jaringan gerai Juan Valdez yang tersebar di setiap penjuru, dan berlekas menuju kedai-kedai mungil di Santa Marta, seperti Ikaro Café.

Waktu terbaik untuk menelisik budaya kopi di kawasan ini adalah saat musim panen berlangsung pada November hingga Februari. Anda hanya perlu menyewa taksi selama 40 menit demi menelusuri jalanan bergelombang yang membentang dari lautan hingga perbukitan. Lawatan ke tanah adat ini memerlukan izin khusus atau tur terencana yang diselenggarakan oleh operator lokal, seperti Wiwa Tour.

Singgah di Hacienda la Victoria yang berada di atas Minca ini bak berkelana ke 1892, ketika lahan pertanian di sini masih baru dibangun. Pasangan empunya tempat ini, Micky dan Claudia Weber, memberikan kursus lengkap seputar menumbuhkan, memproses, serta memanggang kopi. Pengunjung akan memirsa mesin-mesin terawat yang digunakan sejak berdirinya perkebunan ini: generator bertenaga air, penyortir yang dikendalikan oleh gravitasi, serta mesin penekan yang diputar dengan tangan. Tur ini diakhiri sesi pengecapan kopi mereka, yang kerap ditemani seiris pai apel rumahan. Pertanian setempat lainnya menawarkan tur kunjungan dan terjadwal, serta pencicipan kopi bermutu.

Meneguk sedapnya secangkir kopi hanyalah awal perjalanan ke Minca, tempat berpetak-petak biji kopi dijemur pada terpal di tepi jalan. Jalur pendakian berkelok melintasi hutan hujan Sierra Nevada hingga air terjun Marinka dan Pozo Azul. Pertanian Kogi (atau yang lebih terpencil, Arhuaco), di tengah pekatnya pegunungan, adalah kilas balik ke abad sebelumnya. Suku di sini hidup tanpa listrik dalam pondok batako beratapkan jerami. Mereka kerap menyandang mochila (ransel tenunan tangan) serta mengenakan pakaian tenun rumahan dari katun  melambangkan kesucian alam. Mamos (pemandu spiritual) mereka menggelar upacara penyucian dengan doa dan puji-pujian sebelum menanam dan memanen biji kopi.

Semua itu berlangsung selaras dengan tanah, tetangga, dan pasar modern, memelihara model masa depan demi menumbuhkan biji kopi dan juga mematangkan pariwisata berkelanjutan Kolombia.