Klaim Indonesia terhadap kerugian Laut Timor tak didukung bukti

By , Rabu, 15 September 2010 | 08:35 WIB

PTTEP Australasia, pada Senin (20/9), mengaku kalau perwakilan Indonesia yang bertemu PTTEP Australasia pada 27 Juli 2010 dan 26 Agustus 2010 di Perth, tidak mampu memberikan bukti ilmiah kalau PTTEP Australasia menyebabkan pencemaran di sebelah selatan Pulau Timor dan sekitarnya akibat ledakan kilang Minyak Montara.Delegasi dari Indonesia pada saat itu hanya menampilkan beberapa presentasi PowerPoint berisi tagihan klaim. "Tapi mereka tidak pernah memberikan bukti ilmiah," kata Ferdi Tanoni, pemerhati masalah Laut Timor, mengutip Errol Considine, Hubungan Media PTTEP Australasia. Pada pertemuan 26 Agustus, menurut PTTEP Australasia, pimpinan delegasi Indonesia berjanji memberikan bukti ilmiah, tapi sampai saat ini bukti tersebut belum diserahkan.Kilang minyak Montara meledak pada 21 Agustus 2009, mengakibatkan pantai Selatan Pulau Timor, Rote Ndao, Sabu, Sumba, Flores, dan Selat Ombai tercemar oleh minyak. Menurut tim advokasi YPTB, produktivitas para petani rumput laut serta nelayan di sekitar tumpahan minyak terganggu. "Masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir kehilangan sumber pendapatan. Sebagian orang sudah meninggalkan nelayan sebagai mata pencaharian karena jumlah ikan yang bisa ditangkap sangat sedikit," kata anggota tim advokasi YPTB Frans Tulung. Selain itu, seperti ditambahkan Frans, kesehatan masyarakat terganggu karena ikan yang jadi makanan mereka sehari-hari sudah terkontaminasi dengan bahan kimia beracun.Awal bulan September, tim advokasi Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) meminta pemerintah PTTEP Australasia dan pemerintah federal Australia untuk membiayai biaya penelitian tumpahan minyak Montara di Atlas Barat. YPTB akan mendesak dan menuntut kedua pihak tersebut untuk bertanggung jawab atas efek negatif yang terjadi.YPTB, atas dasar tersebut, menuntut penelitian segera dilakukan untuk mengetahui besarnya kerugian ekologi, ekonomi, dan kesehatan. Yayasan tersebut meminta penelitian dilakukan oleh sebuah tim yang melibatkan Indonesia, Australia, PTTEP Australasia, dan masyarakat NTT yang selama ini diwakili oleh YPTB.