Pemanasan global ancam jejak peradaban

By , Sabtu, 11 Desember 2010 | 21:22 WIB

Suhu yang memanas juga perlahan tetapi pasti merusak situs peninggalan purbakala. Banjir, angin topan, dan permukaan laut yang naik adalah sedikit dari banyak ancaman pada peninggalan purbakala.
Perubahan iklim tidak hanya mengancam kita, tetapi juga situs-situs peninggalan purbakala yang tak ternilai. Es yang mencair, proses penggurunan, permukaan paras muka air laut yang naik, atau angin topan semakin sering terjadi jadi ancaman.
Kalangan arkeolog, Rabu (8/12), mengingatkan, perubahan iklim akan menghancurkan segala macam peninggalan berharga kita pada masa lalu.
Henri-Paul Francfort dari National Center for Scientific Research Perancis (CNRS) mengatakan, es yang mencair memang bisa menyingkap sedikit demi sedikit sejarah masa lalu, seperti ketika manusia purba ”Oetzi” ditemukan pada 1991. Selama ribuan tahun jasad Oetzi utuh karena membeku di dalam gletser Pegunungan Alpen.
Lapisan permafrost (lapisan bumi yang membeku permanen) yang selama ini melindungi peninggalan purbakala mulai mencair. Padahal, dalam bongkahan es masih banyak tersimpan mumi, kuda, bulu, baju, dan barang lain dari kayu.
”Banyak daratan yang mencair setiap tahun. Kalau tidak segera bertindak, akan terlambat,” kata Francfort yang memimpin tim arkeolog Perancis di Asia Tengah dan menggali makam- makam suku Scythia dalam es di Pegunungan Altai di Siberia.
Jasad Oetzi pada akhirnya bisa ditemukan juga karena gletser di Tyrol, Italia, menyusut dengan amat cepat. Gletser yang mencair terutama di Norwegia kini, kata Francfort, juga kian sering mengangkat penemuan purbakala ke permukaan.
Francfort menyarankan agar UNESCO dan masyarakat dunia harus bergerak cepat dan mencari solusi-solusi radikal untuk melindungi peninggalan purbakala. Upaya penyelamatan kuil batu Abu Simbel di Mesir patut dicontoh, katanya. Dengan segenap bantuan dari komunitas internasional, pada 1960-an seluruh isi kompleks kuil batu itu dipindah agar tidak terendam akibat pembangunan bendungan di Sungai Nil.
Antropolog dari University of Northern Colorado, Michael Kimball, mengingatkan, bagi masyarakat, situs-situs purbakala bisa menjadi penanda identitas lokal, kebanggaan, bahkan pendapatan.
Kimball mengakui, kalangan ahli purbakala memang tidak akan bisa menghentikan pemanasan global. Namun, mereka bisa memprioritaskan penyelamatan situs purbakala. Caranya dengan mendokumentasikan situs-situs purbakala sebelum semuanya musnah. 
Teks oleh Jodhi Yudono