Nationalgeographic.co.id—Hiu mulai muncul di mata publik saat peluncuran film Jaws pada 1975. Film tersebut bercerita tentang hiu putih besar yang meneror para penduduk di pinggir pantai. Kehadiran film ini cukup untuk menyuntikkan rasa takut ke dalam hati perenang. Thriller serupa pun mengabadikan hiu sebagai penjahat dan musuh manusia.
Menurut Blake Chapman, ahli biologi kelautan dan peneliti hiu di University of Queensland, rasa takut pada hiu atau galeophobia, bukanlah hal yang irasional. Secara sederhana, ikan predator itu memang sangat menyeramkan. Hiu putih besar contohnya, mereka memiliki mulut memanjang dengan barisan 300 gigi setajam belati yang bisa merobek mangsanya dengan mudah. Mereka juga bisa merasakan medan elektromagetik yang memudahkan untuk menemukan mangsa.
Namun, tidak semua jenis hiu seganas hiu putih besar yang digambarkan dalam film tersebut. Ada lebih dari 465 spesies hiu. Ukurannya pun beragam—dari yang kerdil 18 sentimeter hingga hiu paus sepanjang 15 meter. Kebanyakan dari mereka makan ikan, krustasea, moluska, plankton, mamalia laut dan hiu lainnya. Dengan kata lain, manusia tidak berada dalam menu makanan hiu.
David Ropeik, konsultan persepsi risiko dan pengarang buku How Risky Is It, Really? Why Our Fears Don’t Always Match the Facts, mengatakan kita lebih takut dengan cara membunuh yang bisa dilakukan hiu. Dimakan hidup-hidup oleh hiu sepanjang 4,5 meter merupakan cara mati yang amat menderita. Namun, ketakutan belum tentu sesuai fakta. Dan rasa takut pada serangan hiu lebih mengarah pada respons emosional dibanding realita.
Secara keseluruhan, kita takut kehilangan kontrol sebagai manusia. Kita tidak ingin rahang predator tersebut menentukan takdir kematian kita.
Baca Juga: Hiu Berjalan dan Puluhan Spesies Baru Lainnya Ditemukan di Laut Papua
Dari mana ketakutan itu muncul?
Rasa takut tidak langsung muncul ketika kita dilahirkan. Itu adalah sesuatu yang berkembang seiring berjalannya waktu. Bayi tidak takut pada ular dan ketinggian, tetapi sebagai orang dewasa, otak kita menjadi lebih sensitif pada stimulans yang menakutkan.
Namun, nenek moyang kita pun memiliki banyak hal untuk ditakuti. Pikirkan kembali bagaimana manusia purba bisa bertahan hidup di habitat primitif. Mereka akan menghindari tebing tinggi dan binatang liar karena tahu kedua hal tersebut mengancam dan bisa membunuhnya. Manusia purba beradaptasi untuk melindungi diri mereka.
“Rasa takut merupakan sesuatu yang kita dapatkan dari nenek moyang. Hiu merupakan binatang buas. Makhluk hidup seperti hewan adalah sesuatu yang rentan menimbulkan rasa takut,” kata Chapman.
Baca Juga: Ahli Biologi Kelautan Temukan Hiu Greenland Tertua, Usianya 400 Tahun!
Bagaimana mengatasi rasa takut terhadap hiu?
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi ketakutan pada hiu. Kita bisa memberikan ilusi kontrol pada diri sendiri. Sebab, ketika merasa tidak terkontrol, segala sesuatunya menjadi lebih menyeramkan.
Untuk melakukannya, kita bisa membaca tentang jenis hiu yang tinggal di perairan yang menjadi tempat berenang kita. Dan pahami apakah mereka termasuk yang mengincar manusia.
Selain itu, untuk menghindari serangan hiu, sebaiknya jangan berenang ketika berdarah atau sedang berbaring di atas papan selancar (hiu biasanya mengincar anjing laut, dan dari bawah, papan selancar tampak seperti hewan tersebut). Kita juga sebaiknya menghindari kegiatan spear fishing atau ‘menombak ikan’ karena itu mengirimkan sinyal elektrik yang menarik perhatian hiu.
Jika diserang hiu, para ahli menyarankan kita untuk melawannya. Chapman merekomendasikan untuk menyasar mata atau insangnya jika memungkinkan.
Baca Juga: Tulang-Tulang 3.000 Tahun Jadi Bukti Tertua Kasus Manusia Digigit Hiu