Uang, motivasi di balik berita bohong tentang vaksin dan autisme

By , Kamis, 13 Januari 2011 | 16:49 WIB

Menurut penelusuran BMJ, Andrew Wakefield menyebarkan berita bohong tentang vaksin demi keuntungan finansial untuk dirinya. Berita bohong yang disebarkannya menyebutkan kalau vaksin untuk  anak-anak menyebabkan autisme.

Dalam laporan khusus mengenai skandal itu, Brian Deer, jurnalis yang melakukan penyelidikan, menemukan kalau Wakefield melakukan pertemuan dengan manajer Royal Free Medical School di London untuk melakukan persetujuan bisnis. Wakefield menawarkan vaksin baru buatannya berikut alat diagnostik. Dia berharap vaksin buatan dan paket diagnostiknya akan laku keras setelah masyarakat tidak lagi percaya dengan vaksin yang biasa dipakai.
Pada saat melakukan penawaran, anak pertama yang didiagnosis autisme karena vaksin masih diinvestigasi di rumah sakit. Wakefield mengharapkan pendapatan sekitar USD40 juta per tahun dari penjualan paket diagnostik.
Tahun 1998, Wakefield melaporkan hasil penelitiannya yang menyebutkan kalau vaksin pada anak-anak bisa memicu autisme. Akan tetapi, penelitian itu dipertanyakan oleh banyak pihak dalam bidang medis. Studi-studi lain yang pernah dilakukan tidak menemukan hubungan antara vaksin dan autisme.
Pada 28 Januari 2010, Wakefield dinyatakan bersalah karena bertindak tidak etis dalam penelitian autisme. Segera setelah itu, pada Februari 2010, Lancet yang menerbitkan hasil penelitian Wakefield meninjau ulang studi dan menerbitkan pencabutan.
Pada Mei 2010, lisensi praktik Wakefield di Inggris dicabut. Aksinya, oleh BMJ, disebut sebagai penipuan yang disengaja. "Wakefield merencanakan sebuah bisnis rahasia dengan harapan mendapatkan uang dalam jumlah yang banyak di Inggris Raya dan Amerika," demikian diutarakan pada siaran pers dari BMJ.
Meskipun demikian, Wakefield masih dianggap pahlawan oleh sekelompok kecil orang yang disebut penggemar teori konspirasi. Mereka menyatakan kalau yang terjadi pada Wakefield sebetulnya adalah upaya untuk membungkam dokter yang berani menyatakan kebenaran.
Sumber: Discovery News, LiveScience