Remaja jarang berinternet juga rentan terhadap depresi

By , Senin, 31 Januari 2011 | 16:45 WIB

Ternyata, remaja yang jarang berinternet juga rentan terserang depresi, sama seperti remaja yang menggunakan internet secara intensif. Menurut studi, hal itu karena putusnya hubungan sosial.
Sebuah studi yang mempelajari pengunaan internet yang rendah, baru-baru ini menemukan fakta bahwa remaja dengan waktu sedikit untuk berinternet rentan terhadap risiko kesehatan mental, termasuk depresi. Studi ini cukup mengejutkan karena para peneliti berharap menemukan hasil sebaliknya. Terlebih lagi studi terdahulu juga menunjukkan tingginya penggunaan internet berkaitan erat terhadap kesehatan mental.
Dr. Pierre-Andre Michaud, peneliti dari Institute of Social and Preventive Medicine, Swiss, bersama koleganya melakukan penelitian berdasarkan survei mengenai informasi kesehatan dan perilaku dari 7.211 remaja berusia 16 sampai 20 tahun di Swiss pada tahun 2002. Seluruh peserta yang terdiri dari 2.205 perempuan dan 3.906 laki-laki adalah pelajar meski sebagian, di antaranya berstatus pelajar di sekolah kejuruan yang hanya belajar satu atau dua kali seminggu.
Para remaja tersebut dibagi dalam empat kategori berdasarkan penggunaan internet, pengguna intensif (lebih dua jam atau lebih setiap hari), pengguna reguler (beberapa hari dalam seminggu namun tak lebih dari dua jam per hari), pengguna berkala (sekali seminggu, bahkan kurang), dan nonpengguna internet (tidak berinternet selama sebulan sebelumnya).
Hasilnya, pengguna internet intens, baik perempuan maupun laki-laki, berisiko lebih tinggi terkena depresi dibandingkan pengguna internet reguler. Apakah para nonpengguna berarti lebih rendah tingkat depresinya? Ternyata tidak. Para peneliti mendapati para nonpengguna internet juga rentan terhadap depresi.
Menurut Michaud, remaja yang jarang atau tidak pernah menggunakan internet mudah terserang depresi karena mereka terputus dari teman-teman sebayanya."Sangat penting bagi para remaja untuk bersosialisasi dan menjadi bagian dari sebuah kelompok. Oleh karena itu, mereka yang tidak menjadi bagian dari sebuah kelompok cenderung lebih mudah terkena depresi," kata Michaud seperti dikutip My Health News Daily.
Elisheva Gross, peneliti psikologi dari University of California, Los Angeles, yang tidak terlibat dalam penelitian itu pun mengakui internet saat ini telah menjadi lanskap sosial bagi para remaja. Namun ia merasa orang tua tidak perlu memaksa anaknya untuk lebih sering berinternet setelah mengetahui hasil studi tersebut. Ia justru menyarankan untuk melihat secara lebih utuh penyebab remaja terputus dari kelompoknya. (Sumber: My Health News Daily)