Aksara Incoung dari Kerinci sudah saatnya dipatenkan agar kekayaan budaya dari salah satu wilayah Indonesia itu tidak diklaim oleh negara lain.
Ketua Yayasan Kajanglako Art Center Rina Syafitri Rusdi, di Kerinci, Jumat (4/2), mengemukakan belum ada kekayaan budaya dari Jambi yang tercatat telah diusulkan untuk dipatenkan, padahal Jambi memiliki banyak potensi. "Sebaiknya Pemkab Kerinci dan Pemkot Sungaipenuh segera mengusulkan budaya masyarakat Kerinci bernilai tinggi seperti aksara Incoung ke UNESCO untuk dipatenkan. Usulan bisa melalui Kemenbudpar RI," kata Rini.
Dia mengemukakan kedekatan hubungan Kerinci dengan Malaysia sudah sangat akrab sejak zaman kerajaan dulu. Hingga saat ini menurut dia paling tidak 6.000 warga Kerinci yang menetap di Malaysia bahkan tidak sedikit yang telah jadi warga negara Jiran tersebut. "Ilmuan, budayawan, akademisi, dan kaum cerdik pandai Malaysia sering datang ke Kerinci untuk melakukan penelitian kebudayaan, " katanya.
Sementara itu budayawan muda Kerinci Nukman SS mengatakan bahwa Penno, Pantun Kerinci, dan aksara Incoung sering ditelaah atau diteliti oleh ilmuan asal Malaysia. "Data yang telah dikumpulkan ilmuan-ilmuan tersebut dikhawatirkan bisa disalahartikan dengan jadi bahan pengklaiman," kata Nukman. "Hal ini membuat kebudayaan-kebudayaan Kerinci berada dalam posisi rawan dicuri orang lain," kata Rini.
Di sisi lain, Kepala Dinas Budpar Kerinci Arlis Harun menyatakan revitalisasi keberadaan aksara Incoung dilakukan Pemkab Kerinci sejak setahun belakangan salah satunya adalah dengan pemakaian aksara Incoung pada penulisan papan nama jalan dan pengembangan motif aksara Incoung pada batik Kerinci.
Aksara Incoung ditemukan tertera atau ditulis di atas tanduk, tulang, batu, bambu, sutera dan kertas. (MZW)