Populasi fauna endemik Pulau Sulawesi, anoa, saat ini dikhawatirkan kian susut akibat perambahan hutan dan perburuan di Sulawesi Tenggara, habitat terbesarnya. Satwa liar kategori langka itu kini diperkirakan berjumlah kurang dari 1.000 ekor saja.
Koordinator Teknis Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Tenggara Mila Rabiati mengatakan, saat ini sudah sangat sulit menemukan populasi anoa di enam wilayah hutan yang menjadi habitat hidupnya di Sultra, yakni Tanjung Amolengo, Tanjung Peropa, Buton Utara, Tanjung Batikolo, Lambusango, dan Mangolo.
Data terakhir yang menjadi pegangan BKSDA Sultra tentang perkiraan populasi anoa diperoleh dari hasil penelitian Abdul Haris Mustari, ahli satwa liar dari Institut Pertanian Bogor. Data tahun 1995 itu memperkirakan jumlah anoa di enam habitat di atas, dengan asumsi wilayah jelajah 76,25 hektar per ekor, maksimal tersisa 2.060 ekor.
"Jumlah itu sekarang kemungkinan besar makin berkurang. Diperkirakan hanya tinggal di bawah 1.000 ekor karena degradasi hutan dan perburuan," kata Mila saat ditemui di Kendari, Sultra, Rabu (9/2/2011). Degradasi hutan terjadi karena pembukaan hutan untuk perkebunan, permukiman, maupun penebangan liar. Perburuan anoa biasanya dilakukan untuk mengambil tanduknya sebagai hiasan.
Karena itu, Mila mengatakan, pada pertengahan tahun ini hingga 2015 pihaknya berencana mendata anoa, baik dari aspek jumlah maupun titik-titik keberadaannya. Pemetaan itu diperlukan untuk menyusun upaya konservasi agar anoa tidak punah. (Mohamad Final Daeng)