Lihat Risiko Penyakit dari Panjang Jari

By , Selasa, 1 Maret 2011 | 14:46 WIB

Panjang jari telunjuk dan jari manis pada tangan dapat menunjukkan risiko seseorang terserang suatu penyakit.
 
Pada November lalu misalnya, sebuah studi yang diterbitkan dalam British Journal of Cancer menyimpulkan orang yang memiliki jari telunjuk lebih panjang daripada jari manis mempunyai peluang yang lebih sedikit terserang kanker prostat.
 
Bagaimana mungkin? Panjang jari ditentukan di dalam rahim, tergantung seberapa besar bayi dalam kandungan terpapar hormon estrogen dan testosteron. Testosteron, hormon pria, mendukung pertumbuhan jari manis sedangkan estrogen, hormon wanita, berpengaruh pada pertumbuhan telunjuk. Dengan demikian, perbandingan jumlah hormon testosterone dan estrogen pada seseorang dapat dilihat dari perbandingan panjang jari telunjuk dan jari manis. Nah, paparan hormon pada awal kehidupan ini berpengaruh pada risiko terkena penyakit.
Profesor John Manning, seorang ahli biologi di University Swansea dan pengarang The Finger Ration, mengatakan bahwa tingkat hormon dalam rahim pada usia delapan sampai dua belas minggu memiliki dampak yang besar pada perkembangan otak, hati dan organ lainnya.
 
Profesor Maning meyakini penelitian selanjutnya mengenai panjang jari ini dapat memberikan panduan untuk menentukan risiko penyakit yang dapat diderita seseorang dan hal ini akan memampukan seseorang untuk membuat perubahan pola hidup untuk mengurangi risiko tersebut.
 
Orang-orang dengan jari manis yang lebih panjang rentan terhadap osteoartritis, anoreksia, flu, dan autis. Akan tetapi, menurut penelitan Swansea University, orang dengan jari manis lebih panjang tidak terlalu tergoda untuk merokok. Hal itu disebabkan oleh kepribadian orang berjari manis lebih panjang yang terbuka, sementara merokok biasanya berhubungan dengan kepribadian yang tertutup.
Orang dengan telunjuk lebih panjang lebih berisiko terkena kanker payudara, penyakit jantung, dan bulimia. Tetapi, biasanya orang dengan telunjuk lebih panjang tidak terkena kanker prostat. (Stephanie Silitonga, Sumber: dailymail.co.uk)