Wisma Menumbing, tempat pengasingan Presiden Soekarno di Bangka Belitung terancam roboh akibat maraknya aktivitas penambangan bijih timah di sekitar bangunan bersejarah itu.
Jika terus dibiarkan, bangunan wisma bersejarah ini bisa rubuh karena batu-batu besar yang menjadi penyangga bangunan bergeser. Pemerintah daerah akan melakukan pendekatan dengan para penambang. "Untuk memberikan pencerahan dan pengertian agar tidak menambang di kawasan Wisma Menumbing," kata Kepala Dinas Sumber Daya Mineral Bangka Barat Choirul Amri di Muntok, Rabu (16/3). Dalam penertiban, Choirul berencana melibatkan kepolisian.
Jutaan tahun yang lalu, seperti dijelaskan Choirul, kawasan Menumbing terbentuk dari intrusi. Banyak bongkahan yang kemudian runtuh dan kemudian terbentuk Gunung Menumbing sekarang yang penuh dengan batu-batuan besar. Pohon yang tumbuh di kawasan Hutan Menumbing banyak yang tumbang ketika terjadi angin kencang karena tumbuh di sela-sela batu sehingga akarnya tidak kuat menahan angin dengan kecepatan tinggi. "Ini membuktikan batu-batu besar berfungsi sebagai penyangga bukit Menumbing. Jika masyarakat terus menambang bijih timah, maka kawasan tersebut rawan longsor dan mengancam bangunan Wisma Menumbing," ujarnya.
Wisma Menumbing didirikan pada 1927 berada di puncak Gunung Menumbing dan bangunannya berdiri di atas ketinggian 450 meter dari permukaan laut. Bangunan ini merupakan aset sejarah yang harus terus dilestarikan karena menjadi tempat pengasingan Presiden Soekarno dan para tokoh republik pada masa pemerintahan kolonial Belanda.
Berdasarkan informasi tertulis dan terpajang di Ruang 102 Wisma Menumbing, Soekarno dan sejumlah tokoh nasional lainnya dibawa ke tempat ini lalu dibagi menjadi tiga kelompok atau rombongan. Rombongan pertama adalah Mohammad Hatta, Mr AG Pringgodigdo, Mr Assaat, dan Komodor Udara S Suryadarma yang diasingkan 22 Desember 1948 dari Yogyakarta. Rombongan kedua adalah Mr Moh Roem dan Mr Ali Sastroamidjojo yang diasingkan dari Yogyakarta ke Manumbing pada 31 Desember 1948. Rombongan ketiga terdiri dari Bung karno dan Agus Salim juga diasingkan ke Bangka pada 6 Februari 1949 dari tempat pengasingannya semula di Kota Prapat, Sumatera Utara. (Jodhi Yudono)