Situs Purbakala di Kayangan Api

By , Senin, 28 Maret 2011 | 23:16 WIB

Tim peneliti dari Universitas Indonesia yang dipimpin oleh Dr. Ali Akbar menemukan sebuah situs purbakala di selatan Kota Bojonegoro, tepatnya di Kecamatan Ngasem, di seputar Kayangan Api pada bulan Desember lalu. Tim yang terdiri dari lima orang ini diminta Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, untuk melakukan penelitian arkeologi di Kayangan Api. "Ada dugaan objek wisata api abadi ini sudah diketahui sejak zaman dahulu kala," kata Ali menjelaskan latar belakang penelitian. Sebelum memulai penggalian, tim melakukan wawancara dengan juru kunci Kayangan Api untuk memperoleh gambaran awal mengenai lokasi penelitian sekaligus mengetahui tradisi lisan yang berkembang di masyarakat setempat. "Pada dasarnya, tradisi lisan yang dipilah secara kritis dapat menjadi acuan dalam melakukan penelitian arkeologi," tulis Ali dalam laporannya. Berdasarkan penelitian, yang sejauh ini telah membuka situs sepanjang 10 meter, dapat diambil beberapa kesimpulan sementara sebagai berikut. Bangunan yang terdapat di sebelah timur api abadi kemungkinan mencapai ukuran 40 x 40 meter. Ketinggian bangunan ini belum diketahui karena di kedalaman 50 sentimeter masih terdapat lapisan-lapisan bata, tetapi air sudah menggenangi permukaan kotak gali. Tinggi bangunan belum dapat diketahui, namun diperkirakan dahulu terdapat badan dan atap bangunan. Bahan bangunan yaitu batu karang berdasarkan peta geologi Lembar Bojonegoro terdapat di situs ini. Masyarakat yang bermukim di situs ini diduga merupakan kelompok petapa atau resi, yang menyepi untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Kuasa. Titik utama pemujaan terkait dengan api abadi. Di dalam mitologi Hindu dikenal Dewa Agni (dewa api) yang berada di sebelah tenggara mata angin. Konsep keagamaan seperti ini relatif jarang ditemui di Pulau Jawa. Situs ini tampaknya dipergunakan oleh masyarakat sekitar akhir masa Majapahit atau sekitar tahun 1400–1500. Bentuk dan ukuran batu bata serta temuan pecahan gerabah memperkuat dugaan tersebut.

Akan tetapi, konsep pemujaan terhadap kekuatan alam seperti gunung, laut, dan api terlah terdapat sejak masa prasejarah. Dengan demikian, tidak tertutup kemungkinan situs ini berusia jauh lebih tua lagi. Di sekitar bangunan yang telah berhasil digali terdapat beberapa lokasi yang diduga dahulu merupakan bangunan. Orientasi bangunan-bangunan tersebut diduga mengarah ke api abadi. Dengan demikian situs Kayangan Api terdiri atas beberapa bangunan yang tergabung dalam sebuah kompleks. Penelitan belum sampai kepada rekonstruksi, dan diperlukan proses bertahap untuk menuju ke sana. Namun Ali menuturkan, "Dari kacamata ahli purbakala ini sudahlah suatu penemuan yang besar. Langkah selanjutnya adalah survei permukaan sekaligus melakukan orientasi dan perekaman data menggunakan kompas, meteran, dan GPS. Lokasi yang disurvei berada dalam radius 200 meter dari api abadi. Kemudian, para peneliti mulai menggali ke arah tenggara." Warga sekitar cukup terkejut dengan penemuan ini. "Selama ini mereka hanya menarik sejarah sampai Majapahit saja, bahkan ada masyarakat di Bojonegoro yang sampai sekarang merasa diri keturunan Majapahit," cerita Ali. Kayangan api merupakan objek wisata andalan di Bojonegoro. Api abadi memiliki lebar 4 meter dan selalu menyala. Api bersumber dari kandungan minyak bumi Cepu. "Meskipun secara batasan administratif Bojonegoro tak termasuk dalam blok Cepu di wilayah Blora-Jawa Tengah, tetapi secara peta geologi, ya. Karena berada di bawah tanah, minyak (dapat) melebar hingga ke Bojonegoro," jelasnya. Cerita legenda setempat pun menyebut, bahwa di mana pun ada api abadi, di situlah ada tempat pembuatan keris. Namun Ali menepisnya, "Legenda semacam itu terlalu susah dibuktikan." Penelitian Universitas Indonesia ini melibatkan masyarakat dengan tujuan agar masyarakat secara sadar turut menjaga serta merawat situs yang ditemukan.