Jepang meningkatkan status darurat nuklirnya ke level tujuh pada Selasa (12/4). Level tujuh adalah level maksimum yang menyetarakan bencana ini dengan bencana nuklir Chernobyl 25 tahun yang lalu. Keputusan itu diambil berdasarkan jumlah total radiasi yang dilepaskan.
Meskipun levelnya sama dengan level Chernobyl, jumlah radiasi yang dilepaskan masih sepersepuluh radiasi Chernobyl. "Di Chernobyl ada paparan akut dari radiasi level tinggi dan 29 orang meninggal karenanya. Di Fukushima, hal itu tidak ada," kata Hidehiko Nishiyama dari badan keselamatan nuklir.
Meskipun demikian seorang petugas dari Tokyo Electrical Power Co. (TEPCO) mengatakan bahwa kebocoran radiasi belum dihentikan sepenuhnya. "Kami khawatir situasi ini akan berbuntut lebih parah dari Chernobyl," ungkapnya dalam sebuah siaran pers.
Level tujuh pada skala menandakan ada pelepasan materi radioaktif dengan penyebaran efek terhadap kesehatan dan lingkungan yang membutuhkan penanganan panjang dan terencana. Sebelumnya, status darurat nuklir di Jepang hanya berskala lima.
Saat para pekerja berusaha menstabilkan reaktor yang rusak akibat gempa 9 SR pada 11 Maret, mereka harus menghadapi gempa-gempa susulan. Pada gempa terakhir yang berkekuatan 6,3 SR, para pekerja terpaksa dievakuasi sementara. "Ancaman terbesar sekarang adalah gempa susulan dan tsunami," kata seorang senior di pemerintahan--tak bersedia disebutkan namanya--dikutip oleh Discovery News.
Pemerintah Jepang menegaskan kalau kru di pembangkit listrik bekerja non-stop untuk mengendalikan bencana. (Sumber: Discovery News)