Langkah sementara pemerintah dalam memberantas ulat bulu dengan menggunakan pestisida dikecam oleh sejumlah pakar lingkungan. Menurut mereka penggunaan pestisida potensial merusak biota lainnya serta memutus rantai makanan.
Guru Besar Riset Operasi dan Optimasi Institut Teknologi 10 Nopember (ITS) Surabaya, Daniel Rosyid, Minggu (17/4) mengatakan, penggunaan pestisida dalam memberantas ulat bulu mematikan biota dan ekosistem yang sebenarnya menguntungkan bagi keseimbangan alam. Penggunaan pestisida adalah kebiasaan lama sejak revolusi hijau pada tahun 70-an yang tidak relevan lagi dilakukan petani dan harus ditinggalkan secara perlahan. "Pembasmian hama era sekarang harus menggunakan pendekatan cara yang ramah lingkungan dan bersifat organik," katanya.
Pemberantasan ulat bulu yang baik, menurutnya, memang tidak dapat dilakukan dengan cara instan, namun memerlukan proses alami yang cukup panjang. Cara alami yang harus dilakukan yakni mencari predator alami ulat bulu sampai ketemu, mengembangkan kawasan konservasi burung sebagai predator alami ulat bulu.
Sementara itu, pakar lingkungan hidup Universitas Airlangga Surabaya, Suparto Wijoyo, mengkhawatirkan bahan pestisida yang disemprotkan tidak lagi mematikan ulat bulu. Pestisida adalah bahan bahan kimia yang yang tidak asing lagi bagi tubuh ulat bulu karena sudah seringkali digunakan petani sejak 30 tahun terakhir tepatnya saat dimulainya revolusi hijau. "Saya khawatir penggunaan pestisida justru menambah kekebalan tubuh ulat bulu," ujarnya.
Staf Ahli Menteri Negara Lingkungan Hidup ini mengusulkan agar pemerintah memanfaatkan merebaknya ulat bulu itu sebagai potensi industri yang harus dimanfaatkan dan dikembangkan untuk memajukan perekonomian petani. Beberapa jenis ulat bulu ternyata bisa diolah menjadi makanan. Jika petani diberi penyuluhan cara memilih ulat yang bermanfaat, hama tersebut malah menjadi sumber protein yang bergizi. (K15-11)