Efek Kerusakan Citarum Sangat Luas

By , Selasa, 26 April 2011 | 16:23 WIB

Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum, Jawa Barat, telah menimbulkan kerugian semua pihak, mulai dari pemerintah, pusat listrik tenaga air (PLTA), petani, hingga pembudidaya ikan. Banjir Citarum yang melanda akibat luapan sungai juga telah membawa kerugian besar bagai dunia usaha dan industri.Maret 2010 silam, tercatat kerugian semua jenis industri di Kabupaten Bandung, Purwakarta, dan Karawang mencapai Rp200 miliar. Kerugian ini dialami lebih dari 200 perusahaan. Parahnya tingkat sedimentasi serta pencemaran limbah industri dan rumah tangga pada Sungai Citarum menyebabkan sekitar 100.000 hektar sawah yang mendapat pengairan dari sungai itu menjadi tidak produktif pula.Padahal, dari sekitar 100 ribu hektar saja, dihitung potensi kerugian bisa sampai 16 triliun rupiah per tahun. Jika kondisi ini dibiarkan akan mengganggu ketersediaan pangan nasional, karena Jawa Barat merupakan salah satu lumbung beras nasional.Di wilayah hilir, air tawar Sungai Citarum diperlukan untuk mengurangi keasinan air tambak menjadi payau sehingga kondusif bagi tumbuhnya ikan bandeng. Akibat airnya tercemar juga, saat ini puluhan ribu hektar di kawasan pesisir pantai utara Karawang dan Bekasi tak bisa ditanami udang windu.Di Desa Pantai Bahagia saja terdapat 3000 hektar tambak, 1000 hektar di antaranya rusak terkena abrasi. Sementara di wilayah hilir Citarum, ada sekitar 30.000 hektar tambak bandeng.Sekarang rehabilitasi DAS Citarum membutuhkan biaya sebesar Rp35 triliun, dalam Citarum Road Map atau peta rancangan proyek yang dikoordinir oleh Bappenas. Sementara Pemerintah Provinsi Jabar juga membuat rencana penanganan Citarum terpadu. Untuk membebaskan tanah di hulu Citarum saja perlu dana sekitar Rp3,6 triliun.Sungai Citarum mengairi sekitar 300.000 hektar sawah di Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bandung Kota, Cimahi, Cianjur, Purwakarta, Karawang, Subang, dan Indramayu.Merusak TurbinGeneral Manajer Indonesia Power unit bisnis pembangkit Saguling Erry Wibowo mengungkapkan, akibat pencemaran itu peralatan turbin menjadi cepat rusak akibat pengkaratan yang cepat. “Kami harus menggantinya segera karena kalau terlambat menggganti akan mengganggu sistem operasi,” ujarnya.PLTA Saguling memproduksi listrik 2156 gigawatt per jam selama setahun. Tahun 2010, produksi Saguling melimpah hingga 4000 GwH karena tingginya curah hujan. Saguling juga terhubung dalam sistem kelistrikan interkoneksi Jawa-Bali. Listrik sebesar 2156 GwH setara dengan 667.000 barel bahan bakar minyak. Kalau harga solar subsidi Rp4.500/liter, maka kerugiannya mencapai Rp351 triliun.Air yang kotor juga telah menumbuhkan berbagai penyakit. Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPHLD) Jawa Barat mencatat, di Saguling ditemukan jenis vektor penyakir seperti nyamuk, moluska, cacing dan tikus, yang tergolong hewan pembawa penyakit seperti malaria, demam berdarah, cacing tambang, dan tipus.Sedimentasi juga mengancam produksi listrik PLTA Cirata dan PLTA Ir H. Djuanda karena usia waduk berkurang. Sementara pencemaran melambungkan ongkos perawatan PLTA karena meningkatkan laju korosi. Umur generator pendingin, misalnya, berkurang dari 5-7 tahun menjadi 2-3 tahun karena terkorosi. (MKN/ELD/DMU)